Paradigma dan Perspektif*

Image
Oleh: Fikar Damai Setia Gea A.     Pengertian Paradigma Secara etimologis kata Paradigma bermula pada sejak abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari Bahasa Latin pada tahun 1943 yaitu paradigma   yang berarti suatu model atau pola. Sementara dalam Bahasa Yunani berasal dari kata paradeigma (para+deignunai) yang berarti untuk “membandingkan”, “bersebelahan” (para) dan “memperlihatkan” (deik). Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama khususnya dalam disiplin ilmu pengetahuan. Beberapa pengertian paradigma menurut pada ahli adalah sebagai berikut: Pengertian paradigma menurut Patton (1975) : “A world view, a general perspective, a way of   breaking down of the complexity of the real world” (suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata) . Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs (197

SEMANGAT UU DESA DI KEPULAUAN NIAS

Oleh: Fikar Damai S. Gea

Keberadaan desa sebagai salah satu bagian yang memiliki peranan penting dalam pembangunan kini menjadi perhatian utama pemerintah. Keseriusan pemerintah ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang ini kembali menegaskan bagaimana peranan desa dalam pembangunan dan bagaimana desa akan berbenah menuju desa yang mandiri, dewasa, maju dan sejahtera.

Tidak hanya berhenti sampai disitu, akselerasi pembangunan yang dimulai dari desa juga semakin menjadi fokus dan perhatian pemerintah yakni dengan dibentuknya (penyesuaian nomenklatur) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Terbentuknya kementerian ini menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat dalam hal melaksanakan berbagai tugas dan fungsinya langsung berkoordinasi dengan pemerintahan yang paling bawah yaitu Pemerintah Desa. Dengan demikian Pemerintah Desa akan menjadi mitra langsung Pemerintah Pusat melalui Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Tentu ini menjadi kabar baik sekaligus tantangan bagi setiap Pemerintahan Desa. Menjadi sebuah desa yang mandiri, dewasa, maju dan sejahtera adalah cita-cita dan harapan setiap desa namun sekaligus menjadi tantangan bagaimana cara untuk dapat mencapai cita-cita dan harapan dimaksud.

Kehadiran UU Desa membawa semangat baru dalam memberi kewenangan yang luas dan besar kepada Pemerintah Desa untuk berperan dalam menata dan mengelola desa serta mendapat peluang yang lebih besar untuk meningkatkan peranannya dalam pengembangan ekonomi masyarakat perdesaan. Bagaimana dengan keberadaan desa-desa di Kepulauan Nias, apakah semangat ini siap untuk diimplementasikan?

Dalam kesempatan ini, bagi Pemerintahan Desa di Kepulauan Nias setidaknya ada 4 (empat) hal yang menjadi perhatian bersama dalam menyambut semangat UU Desa adalah; Penguatan Kapasitas Aparatur Desa, Pengembangan BUM Desa, Sistim Informasi Pembangunan Desa dan Manajemen Pelaporan Yang Akuntabel.

Penguatan Kapasitas (Capacity Building) Aparatur Desa

Suka atau tidak suka maka kapasitas sumber daya manusia aparatur desa akan menjadi salah satu variabel penentu sebuah desa akan maju atau tidak. Dewasa ini desa menjadi sebuah entitas yang memiliki kompleksitas manajerial yang hampir setara dengan sebuah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintahan Daerah. Bagaimana tidak, sebuah Pemerintahan Desa harus mampu menata mewujudkan efektifitas penyelenggaran pemerintahan, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan dan meningkatkan daya saing desa.

Akan tetapi, tugas pengembangan dan penataan desa tidak serta merta diiringi dengan kapasitas sumber daya manusia aparatur penyelenggara pemerintahan desa. Hal ini disebabkan karena penentuan penyelenggara pemerintahan di desa sering ditentukan berdasarkan faktor ketokohan, ikatan kekeluargaan dan juga faktor kekuasaan seseorang dalam sebuah desa. Pendidikan dan kemampuan manjerial yang baik berada di nomor-nomor paling buntut.

Jika kita mencoba untuk menilik lebih jauh tentang aparatur desa secara menyeluruh di Kepulauan Nias, maka realitasnya adalah sebagaimana diutarakan di atas. Pemerintahan desa berada dalam keadaan yang stagnan, berjalan dalam pragmatisme dan status quo.

Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus melakukan upaya-upaya penguatan kapasitas aparatur. Hal ini mencakup pemberdayaan, pelatihan dan fasilitasi secara berjenjang. Kegiatan-kegiatan yang pengelolaannya selama ini langsung dilaksanakana oleh Pemerintah Desa harus terus didorong untuk dapat melaksanakannya secara mandiri. Aparatur penyelenggara di desa setidaknya harus memiliki kemampuan atau kapasitas tentang wawasan kebangsaan, kepemimpian dan manajerial yang baik, sistim pelaporan yang baik (administrasi dan keuangan), teknik komputerisasi yang baik, perkembangan dunia usaha dan juga informasi serta teknologi.

Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)

Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, pasal 87 sampai dengan pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan BUM Desa yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

BUM Desa menjadi salah satu bab khusus dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Hal ini mencerminkan bahwa Pemerintah Desa berada di garis terdepan dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Keberadaan BUM Desa merevitalisasi peran Pemerintah Desa menjadi tonggak utama pengembangan ekonomi masyarakat.

Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa, maka Desa melalui BUM Desa diberi peluang untuk mengembangkan berbagai jenis usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Jenis-jenis usaha tersebut meliputi; 1). Jasa, 2). Penyaluran sembilan bahan pokok, 3). Perdagangan hasil pertanian, dan/atau 4). Industri kecil dan rumah tangga.

Jika diurai dengan lebih rinci lagi maka contoh dari usaha jasa adalah jasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa komunikasi, jasa konstruksi dan jasa energi. Usaha penyaluran sembilan bahan pokok meliputi beras, gula, garam, minyak goreng, kacang kedelai dan bahan pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa. Usaha perdagangan hasil pertanian meliputi jagung, buah-buahan dan sayur-sayuran. Terakhir industri kecil dan rumah tangga meliputi makanan, minuman, kerajinan tangan, bahan bakar alternatif dan bahan bangunan.

Keberadaan dan peranan BUM Desa di Desa sesungguhnya ditopang oleh sejauhmana potensi-potensi yang ada di desa dikembangkan secara maksimal, baik dari sisi jasa, distribusi bahan pangan, potensi pertanian, peternakan dan perikanan serta industri kreatif. Yang terjadi di Kepulauan Nias dewasa ini adalah hanya bergerak dalam bidang distribusi barang dan komoditi daerah saja tanpa adanya usaha-usaha pengolahan menjadi produk-produk siap pakai yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Dengan demikian kembali dipertanyakan dimana peran pemerintah daerah dalam meningkatkan semangat interprenership dan dunia industri kreatif.

Jika potensi-potensi ini tidak dapat dikelola secara maksimal, kreatif dan modern maka desa-desa di Kepulauan Nias sangat bisa akan tertinggal jauh dibanding dengan daerah-daerah lain. Karena desa dituntut untuk dapat meningkatkan ekonominya sendiri secara dewasa dan mandiri. Lebih luas lagi jika memperhatikan dinamika ekonomi dan pasar dunia saat ini, maka dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) jika kita tidak siap maka kita hanya akan menjadi masyarakat atau daerah yang menonton dan pemakai (konsumen) bukan sebagai pemain atau produsen.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota harus mampu untuk melakukan pengembangan dan penguatan kelembagaan di desa. Pemerintah Kabupaten/Kota harus sudah sudah ada Peraturan Daerah tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUM Desa, mengoptimalkan peran SKPD untuk mengembangkan potensi desa, terus melakukan fasilitasi pemberdayaan dan pelatihan, kerjasama dan perluasan wilayah cakupan pasar, perlindungan dan promosi sehingga desa benar-besar siap untuk bersaing.

Sistim Informasi Pembangunan Desa

Peranan tekonologi informasi dan telekomunikasi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Teknologi menjadi kebutuhan utama bagi setiap individu maupun juga kelompok, organisasi, lembaga maupun entitas-entitas lainnya. Karena kehadiran teknologi informasi dan telekomunikasi telah mempercepat konektifitas dan memperpendek jarak antara yang satu dengan yang lainnya.

Dalam pasal 86 UU Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Artinya ialah bahwa desa juga harus mampu untuk aktif, peduli, peka dan memahami informasi, dapat memilah dan memilih informasi yang dibutuhkan dan bermanfaat dan tersedianya sarana dan prasarana infrastruktur informasi dan telekomunikasi di Desa.

Dalam pengembangan sistim informasi di desa maka Pemerintah Daerah harus mampu memfasilitasi desa untuk dapat menerapkan e-government dalam mekanisme pelayanan terhadap masyarakat. Pengembangan aplikasi-aplikasi berbasis pelayanan publik di desa harus sudah tersedia seperti Surat SKCK, Nikah, Kelahiran, Kematian, KK/KTP, Pindah/Datang, PBB, Keterangan Usaha, Keterangan Domisili, Keterangan Waris, Perizinan, Sertifikat dan berbagai data keperluan masyarakat lainnya. Dengan adanya aplikasi berbasis sistim informasi desa selain pelayanan publik yang cepat maka data-data warga juga dapat tersedia dan tersusun secara rapi dan dapat dimutahirkan setiap saat.

Pengembangan website desa juga menjadi salah satu bagian yang sangat penting. Dengan adanya website desa, potensi desa dapat dipromosikan secara maksimal ke dunia luar. Sehingga desa tidak lagi menjadi tempat yang sangat sulit untuk ditemukan dan dikunjungi, melainkan setiap orang di setiap saat dapat mengetahui dan melihat bagaimana keberadaan sebuah desa dan potensi-potensi yang ada didalamnya.

Media sosial juga menjadi bagian penting untuk saling berbagi informasi. Karena itu, Pemerintah Daerah diwajibkan untuk membentuk Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di Desa yang berperan untuk mewujudkan jaringan informasi serta media komunikasi dua arah antara masyarakat dengan masyarakat maupun dengan pihak lainnya.

Manajemen Pelaporan Yang Akuntabel

Satu hal yang paling banyak menjadi sorotan dan bahan perbincangan pasca lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah tentang alokasi anggaran untuk desa. Salah satu sumber pendapatan desa dalam Pasal 72 Ayat (1) poin b UU Nomor 6 Tahun 2014 adalah bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dilanjutkan pada Pasal 72 ayat (2) disebutkan bahwa alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.

Dalam penjelasan Pasal 72 ayat (2) tentang Keuangan Desa, besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Kemudian anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan Desa.

Maka dengan perhitungan sebagaimana dijelaskan di atas, maka berbagai asumsi mengatakan bahwa diperkirakan bahwa setiap desa akan mendapatkan dana Rp. 1.4 miliar per tahun. 10 persen dari dana transfer ke daerah menurut APBN sebesar Rp. 59.4 triliun, ditambah dengan dana APBD sebesar 10 persen sekitar Rp. 45,4 Triliun. Total dana untuk desa adalah Rp. 104,6 triliun yang akan dibagi kepada 72.000 desa di Indonesia.

Lagi-lagi ini adalah sebuah rejeki sekaligus tantangan bagaimana mengelolanya dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat. Sering menjadi pembicaraan dan perbincangan untuk desa-desa di Kepulauan Nias secara khusus, apakah aparatur yang ada sudah mampu mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa secara baik. Apakah mereka sudah siap dalam melakukan perencanaan, penetapan anggaran, eksekusi program dan kegiatan serta diakhiri dengan laporan pertanggungjawaban yang transparan dan akuntabel?

Sudah menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota di Kepulauan Nias untuk segera mempersiapkan para aparatur desa untuk mampu mengelola pendapatan dan belanja desa pada tahun-tahun ke depan ini. Karena dikhawatirkan akan banyak Kepala Desa dan aparatur desa lainnya yang masuk ke hotel prodeo apabila pemanfaatan alokasi dana desa dimaksud disalahgunakan.

Keempat hal di atas tentu saja tidak menyentuh secara keseluruhan apa yang telah termuat dalam Undang-Undang Desa. Akan tetapi keempat ini merupakan isu-isu menarik yang sering muncul ke permukaan pasca UU Desa lahir. Artinya ialah sudah saatnya Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan peran yang lebih besar kepada Pemerintah Desa. Pengembangan ekonomi masyarakat perdesaan sudah saatnya semaksimal mungkin diberikan pengelolaannya kepada Pemerintah Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat desa.

*****

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

KENDALA DAN HAMBATAN SERTA SOLUSI DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN*

E-BUDGETING: MENGAWAL ASPIRASI MASYARAKAT DARI POLITIK KEPENTINGAN*

PELET JEPANG!

CORPORATE BRANDING AND CORPORATE REPUTATION

KOMUNIKASI HUMANIS*