Oleh: Fikar Damai Setia Gea**
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Sejak konsep
komunikasi pembangunan berkembang dan diterapkan di Indonesia, sudah berbagai
cara dan metode telah dilakukan agar program-program pembangunan dapat sampai
dan dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat. Misalkan saja, metode komunikasi
pembangunan yang dipergunakan dalam rangka difusi inovasi pertanian kepada
masyarakat petani di Indonesia, baik dengan cara menggunakan media massa (tv,
radio, surat kabar), komunikasi personal dan kelompok langsung ke tengah-tengah
masyarakat maupun dengan penyuluhan
langsung. Namun, apa yang terjadi ialah sepertinya permasalahan-permasalahan
terkait dengan kemiskinan akibat sangat minimnya hasil produksi pertanian tidak
ada akhirnya.
Jika
diperhatikan secara sepintas, sebenarnya penerapan komunikasi pembangunan di
Indonesia khususnya dan di negara-negara dunia ketiga umumnya telah berjalan
dengan baik sesuai dengan konsep awal dari komunikasi pembangunan itu sendiri.
Akan tetapi, justru beberapa ahli komunikasi pembangunan justru memperdebatkan
hal ini karena konsep komunikasi pembangunan di Indonesia masih belum bergeser
dari pengaruh paradigma dominan pembangunan yang berideologis kapitalis (Dilla,
2010:127).
Perspektif
dominan merupakan sebuah gambaran model komunikasi pembangunan yang sebelumnya
telah berhasil diuji di negara-negara barat dan model dimaksud juga ingin
diterapkan di negara-negara sedang berkembang/negara dunia ketiga (Harun, et.
al, 2011: 109). Model pengembangan ini menggarisbawahi kepentingan pertumbuhan
ekonomi melalui industrialisasi, modal dan teknologi mesin yang intensif,
struktur top-down dari wewenang
ekonom yang berkuasa dan perilaku tertentu yang mempengaruhi antarindividu.
Dengan konsep atau perspektif dominan ini peranan media massa menjadi sangat
penting dalam upaya menginformasikan berbagai hal terkait dalam hal mempercepat
dan menggerakkan jarak yang lambat dari transformasi sosial.
Dalam
kenyataannya, penerapan komunikasi pembangunan tidak hanya ditentukan oleh
sebuah pesan tentang pembangunan yang dikemas dengan baik menjadi satu bentuk
informasi yang komunikatif dan disampaikan kepada masyarakat dengan menggunakan
media massa. Apakah dengan cara itu proses komunikasi pembangunan sudah
berhasil dan tujuan dari komunikasi pembangunan itu berhasil? Ternyata
permasalahannya tidak sesederhana itu.
Sebagai contoh
ialah seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Saleh dan Hadiyanto di
Kabupaten Ogan Ilir tentang hambatan komunikasi yang dialami oleh peternak sapi
disana. Ternyata terdapat banyak faktor yang menyebabkan sebuah pesan dapat
sampai dan akan mudah dilaksanakan di lapangan. Dari hasil penelitian di
lapangan ditemukan bahwa ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi sebuah pesan
pembangunan akan diterima atau tidak ditengah-tengah masyarakat. adapun
beberapa kendala itu adalah: karakteristik individu peternak (usia, pendidikan
rendah, pendapatan rendah, pengalaman rendah, dan kekosmopolitan, serta pengetahuan
yang rendah) diindikasikan berpengaruh terhadap hubungan antar personal dalam
merespon lingkungan di luar sistim sosialnya dan berpengaruh dalam adopsi
inovasi (Saleh, et, al. 2010: 31).
Faktor lain yang
mempengaruhi ialah bagaimana aktifitas komunikasi dalam kelompok yang dilakukan
oleh komunikator. Beberapa hal penting dalam aktifitas komunikasi ini adalah
intensitas komunikasi, metode komunikasi, pencarian informasi, keterlibatan
dalam kelompok dan arah informasi. Selain itu faktor-faktor lain yang
menghambat komunikasi pembangunan adalah prinsip-prinsip awal yang memang sudah
dipegang oleh masyarakat yaitu dapat berupa harapan yang ingin dicapai,
perbedaan kebutuhan, prasangka, perhatian dan keakraban yang masing-masing
individu dan kelompok masyarakat berbeda-beda (Saleh, et, al. 2010: 32).
Dengan demikian,
untuk menyukseskan peran komunikasi pembangunan tidak hanya dengan berpatokan
pada perspektif dominan yang selama ini dipegang teguh oleh para ahli dan
banyak negara. Bukan berarti tidak baik atau salah akan tetapi ada
faktor-faktor tertentu yang menentukan berhasil tidaknya sebuah pesan yang
disampaikan kepada masyarakat. Media massa memang merupakan media yang sangat
dominan dalam penyampaian informasi karena memiliki potensi efek yang sangat luar
biasa. Begitu juga dengan percepatan pembangunan dengan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi tentu saja itu sangat berdampak signifikan. Namun,
penting untuk diketahui ialah bagaimana karakter sosial dan budaya dimana
sosialisasi tentang pembangunan atau difusi inovasi diterapkan.
Kondisi
Indonesia dengan heterogenitas yang sangat tinggi, baik dilihat dari usia,
budaya, pengalaman, kesadaran akan teknologi, nilai-nilai kearifan lokal yang
masih sangat kuat, tingkat pendidikan, dan masih banyak faktor lainya yang
sangat mempengaruhi dalam penerapan komunikasi pembangunan. Maka, untuk tu
perlu diurai apa saja hambatan-hambatan dalam komunikasi pembangunan dan apa
solusi-solusinya sehingga komunikasi pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia
lebih efektif, efisien dan berhasilguna.
2.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dari
penulisan makalah ini adalah:
a.
Apa saja kendala dan hambatan komunikasi
pembangunan di Indonesia?
b.
Apa solusi dalam pelaksanaan komunikasi
pembangunan di Indonesia?
3.
Tujuan
Makalah ini
bertujuan untuk mendeskripsikan kendala dan hambatan komunikasi pembangunan di
Indonesia selama ini dan mencoba memberikan gambaran tentang solusi dalam
komunikasi pembangunan di Indonesia sehingga lebih efektif, efisien dan tepat
guna.
B.
KENDALA
DAN HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
1.
Hegemoni Paradigma Dominan
Penerapan komunikasi dalam upaya pembangunan
dari masa ke masa mengalami pasang surut sebagai akibat pengaruh kekuatan besar
yang bergejolak sehingga terjebak pada posisi ketergantungan, baik secara
politik, ekonomi maupun sosial budaya. Akibat pengaruh paradigma dominan
pembangunan, seringkali pengkajian mendalam terhadap aspek-aspek sosial budaya
masyarakat bukan suatu keharusan. Perencana pembangunan yang diwakili penguasa
dan penerima manfaat pembangunan dalam hal ini masyarakat berjalan
sendiri-sendiri. Kegagalan pembangunan di berbagai bidang yaitu disebabkan
kajian komunikasi pembangunan diletakkan dalam pendekatan komunikasi yang
bersifat linier dan top-down. Konsep
ini mereduksi pemikiran dan konsep komunikasi yang diharapkan mampu melakukan
transfomasi ide, pikiran, sikap dan perilaku masyarakat secara dua arah.
Tehranian (dalam Dilla, 2010:129)
mengemukakan tiga tinjauan teoritis tentang pengaruh paradigma dominan
pembangunan terhadap konsep komunikasi pembangunan di Negara-negara Dunia
ketiga, yaitu pertama, melihat
pembangunan hanya sebagai proses pluralisasi masyarakat, politik dan ekonomi
dari suatu bangsa yang melaksanakan pembangunan. Pembangunan ditujukan untuk
meningkatkan penghasilan dan pendapatan masyarakat. Namun tidak diperhatikan
apakah pembangunan tersebut untuk seluruh masyarakat atau hanya segelintir
masyarakat tertentu saja. Kedua,
rasionalisasi yaitu hanya menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat abstrak
dan rasio, dan ketiga, proses
pembangkitan kesadaran sejarah dan identitas diri yang autentik sebagai daya
motivasi dalam rangka proses revolusi dominasi dan eksploitasi. Dengan demikian
mengakibatkan banyak kemiskinan, kelaparan dan kesengsaraan.
Dalam
konsep paradigma dominan, media massa menjadi senjata utama dalam komunikasi pembangunan
karena diyakini mampu mempercepat penyebaran informasi dengan jangkauan yang
sangat luas dan memiliki efek yang sangat luar biasa. Karena itu oleh beberapa
ahli, komunikasi pembangunan sering didefinisikan dengan konsep yang hapir sama
dengan komunikasi massa. Menurut Peterson (dalam Dilla, 2010:115), komunikasi
pembangunan adalah usaha yang terorganisir untuk menggunakan proses komunikasi
dan media dalam meningkatkan taraf sosial dan ekonomi, yang secara umum
berlansung dalam Negara sedang berkembang. Quebral (dalam Dilla, 2010:115)
komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan
rencana pembangunan suatu negara. Widjaja A. W, Hawab dan ASrsyik (dalam Dilla,
2010:115) mengartikan komunikasi pembangunan sebagai komunikasi yang berisikan
pesan-pesan pembangunan.
Komunikasi
pembangunan adalah segala upaya, cara, teknik penyampaian gagasan dan keterampilan
pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan kepada
masyarakat yang menjadi sasaran agar dapat memahami, menerima dan
berpartisipasi dalam pembangunan. Komunikasi pembangunan dilihat sebagai
rangkaian usaha mengkomunikasikan pembangunan kepada masyarakat agar mereka
ikut serta dalam memperoleh manfaat dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan
suatu bangsa.
Secara
prinsipil memang media massa memiliki pengaruh yang siginifikan dalam
menyebarlauaskan informasi. Menurut Schram (dalam Dilla, 2010:122) mengemukakan
peranan media massa dalam pembangunan adalah : (1) menyampaikan kepada
masyarakat informasi tentang pembangunan, kesempatan dan cara mengadakan
perubahan. (2) memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil baik
secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, juga memperluas ruang dialog
agar melibatkan semua pihak, dan (3) mendidik tenaga kerja yang diperlukan
dalam pembangunan mulai orang dewasa hingga anak-anak.
Dalam
kondisi ini masyarakat diterpa oleh media massa sudah tentu. Artinya secara
kognitif memberikan pemahaman baru, pembelajaran baru ataupun kesadaran baru
kepada masyarakat tentang sebuah program pembangunan kepada masyarakat. Akan
tetapi, dari sisi afektif yaitu
perasaan, emosi dan sikap dan dari sisi konatif yaitu perilaku dan niat untuk
melakukan sesuatu tidak dapat dijamin. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan karakter, budaya, cara berpikir, penerimaan terhaap sesuatu yang
barudan juga nilai-nilai kearifan lokal yang dengan sangat kuat mengikat
individu atau kelompok masyarakat tertentu.
2.
Kendala
dan Hambatan Teknis Komunikasi
Kegagalan pemerintah
dalam komunikasi pembangunan dinilai masyarakat dari adanya beberapa kendala
yang dihadapi, yaitu:
a.
Minimnya informasi, komunikasi dan
sosialisasi dari pemerintah.
b.
Media lebih sibuk melakukan pencitraan
dan dramatisasi.
c.
Pemerintah bertindak sebagai pelaku dan
pemeran pembangunan secara sepihak tanpa melibatkan pihak lain.
Dalam beberapa jurnal
pembangunan juga disebutkan bahwa kendala yang dihadapi masyarakat (bidang
pertanian hortikultura melalui media massa) adalah kurangnya informasi pertanian
hortikultura, juga masih belum mencukupinya isi berita tentang peluang pasar
domestik maupun luar negeri. Disamping itu sirkulasi atau keterlambatan terbit
media lokal juga menjadi kendala informasi pembangunan bidang pertanian
hortikultura melalui media massa, karena media lokal umumnya terbit per satu
bulan sekali (Pandia, 2006, hal 56).
Setiap kegiatan
komunikasi tentu mengharapkan komunikasi yang efektif. Akan tetapi kita tidak
dapat menyangkal bahwa, setiap komunikasi belum tentu akan berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Tentu saja terdapat berbagai kendala dan hambatan dalam
berkomunikasi. Apalagi komunikasi pembangunan dengan segala macam
kompleksitasnya. Dalam hal ini kita akan melihat komunikasi pembangunan yang
tercermin dalam komunikasi massa. Kita perlu memahami hambatan yang ada dalam
komunikasi untuk mengantisipasinya agar tujuan komunikasi kita tercapai
(Ardianto, 2007, hal 89-101).
a.
Hambatan Psikologis
-
Kepentingan. Kepentingan akan membuat
seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati pesan. Orang hanya akan
memperhatikan stimulus yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Kepentingan
tidak hanya mempenagruhi perhatian tetapi juga daya tanggap, perasaan, pikiran
dan tingkah laku.
-
Prasangka. Prasangka berkaitan dengan
persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta
perilakunya terhadap mereka. Persepsi akan menjadi prasangka yang menetap dalam
diri seseorang. Dalam prasangka terdapat emosi yang memaksa untuk menarik
kesimpulan tanpa menggunakan pikiran yang rasional sehingga akan timbul
penilaian negatif dan tidak objektif.
-
Stereotip. Stereotip merupakan gambaran
atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang atau
golongan lain yang bercorak negatif. Jika komunikatornya orang batak berarti ia
berwatak keras.
-
Motivasi. Motif merupakan alasan-alasan,
penggerak atau dorongan dalam diri manusia berbuat sesuatu.semakin sesuai pesan
komunikasi dengan motivasi seseorang, makan semakin besar kemungkinan
komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
b.
Hambatan sosio-kultural
-
Aneka etnik. Keanekaragaman etnik atau
budaya dapat menjadi hambatan dalam komunikasi, karena masing-masing budaya
terkadang memiliki pemahaman tersendiri akan sesuatu.
-
Perbedaan norma sosial. Ini mencerminkan
sifat-sifat yang hidup pada suatu masyarakat dan dilaksanakan sebagai alat
pengawas secara sadar dan tidak sadar oleh masyarakat terhadap
anggota-anggotanya.
-
Kurang menguasai bahasa. Masih adanya
masyarakat Indonesia yang belum menguasai bahasa nasional yaitu bahasa
Indonesia. Untuk di daerah terpencil tentu harus dipakai bahasa yang mereka
bisa mengerti.
-
Faktor semantik. Komunikator bisa saja
salah dalam pengucapan kata karena berbicara terlalu cepat. Serta adanya
perbedaan makna dan pengertian untuk kata atau istilah yang sama. Selain itu,
juga terdapat perbedaan makna atau arti kata karena pengertian konotatif yaitu
arti sebuah kata dapat berbeda karena latar belakang dan pengalaman seseorang.
-
Pendidikan belum merata. Terdapatnya
kesenjangan pendidikan antara desa terpencil dan perkotaan, ada yang
berpendidikan tinggi dan ada yang berpendidikan rendah sehingga daya nalarnya
tentu berbeda dalam menafsirkan suatu informasi.
-
Hambatan mekanis. Adanya kerusakan
sebagai akibat cuaca buruk, mesin cetak yang rusak atau sinyal yang tidak
bagus.
c.
Hambatan interaksi verbal
-
Polarisasi. Kecendrungan melihat dunia
dalam bentuk lawan kata yang mengelompokkan manusia, objek dan kejadian dalam
lawan kata misalnya kawan-lawan, baik-buruk, positif-negatif.
-
Orientasi intensional. Kecendrungan
melihat manusia, objek dan kejadian sesuai dengan ciri yang melekat pada
mereka. Jika komunikatornya cantik atau ganteng, maka komunikan akan
memperhatikan dan sebaliknya, jika komunikatornya tidak menarik secara visual
maka komunikan akan mengabaikannya.
-
Evaluasi statis. Kecendrungan memberi
kesan pertama dan meyakininya selamanya. Jika komunikator pertama kali dilihat
memberikan materi yang kurang bagus dan cara berkomunikasinya juga tidak bagus,
maka untuk seterusnya kita tidak akan pernah suka melihat si komunikator tadi
untuk bahasan atau bentuk komunikasi lainnya. Padahal mereka juga bisa belajar
dan berubah ke arah yang lebih baik di masa mendatang.
-
Indiskriminasi. Ini terjadi bila
komunikan memusatkan perhatian pada kelompok orang, benda atau kejadiandan
tidak mampu melihat bahwa masing-masing bersifat unik/khas dan perlu diamatai
secara individual. Indiskriminasi hampir mirip dengan stereotip.
C.
SOLUSI
DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
1.
Pentingnya
Memahami Konsep Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi
dikatakan efektif apabila menimbulkan efek yang diharapkan dari komunikan. Dan
itu hanya bisa terjadi bila komunikator mengenal secara benar siapa
komunikannya. Karena salah satu prinsip utama dari komunikasi ialah bahwa
komunikasi hanya bisa terjadi bila terjadi pertukaran pengalaman yang sama
antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (Cangara, 2014: 23).
Dalam
melakukan proses komunikasi pembangunan di Indonesia yang efektif ialah bahwa
komunikator, baik pemerintah, NGO, kelompok bahkan individu dalam menyampaikan
pesan-pesan pembangunan sebelumnya diwajibkan untuk mengenal siapa komunikannya
(masyarakat sasaran). Dengan mengenal masyarakat sasaran akan menciptakan
kesamaan pengalaman (sharing similar
experiences). Dengan demikian diharapkan ada sikap saling menerima antara
kedua belah pihak.
Secara
keseluruhan, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat heterogen yang
dapat dilihat dari berbagai aspek, baik dari sisi budaya, sosial dan cara
bergaul dalam masyarakatnya. Oleh karena itu menjangkau masyarakat Indonesia
harus memahami kaidah emas komunikasi yaitu simpati dan empati.
Simpati
adalah menempatkan diri secara iamjinatif dalam posisi orang lain. Dalam
penerapan komunikasi pembangunan, komunikator harus berpikir dan merasa seperti
dalam situasi yang sama dengan masyarakat yang dijadikan komunikan. Misalnya
ialah ketika sebuah inovasi yang ingin kita sebar kepada sebuah kelompok
masyarakat, hal utama ialah kenali mereka dengan baik. Dengan bersimpati dengan
mereka maka komunikator mengetahui cara berpikir mereka dan hal-hal apa saja
yang dapat membuat mereka menerima sebuah perubahan. Tahapan selanjutnya adalah
menentukan media apa yang cocok untuk digunakan.
Empati
adalah berada pada posisi orang lain. Empati dapat juga diartikan sebagai
simpati yang mendalam. Jadi pada tahapan ini sebenarnya antara komunikator dan
komunikan memiliki kadar kesamaan pengalaman yang relatif tinggi. Dalam
komunikasi pembangunan kita sering mengenal pendekatan ini seperti seorang
penyuluh/pendamping pertanian yang tinggal langsung di tengah-tengah
masyarakat, merasakan pergumulan mereka, mengenal karakter mereka, memahami
budaya mereka dan hal-hal lain tentang masyarakat. selanjutnya adalah melakukan
evaluasi terhadap kondisi rill di lapangan itu untuk dijadikan rekomendasi
dalam memiih cara komunikasi pembangunan yang efektif dilakukan.
2.
Pentingnya
Memahami Konsep Ruang Sosial
Ciri
khas pembangunan di Indonesia ialah penekanannya pada keselarasan antara aspek
kemajuan lahiriah dan aspek kepuasan batiniah, yang tidak terdapat pada
pengertian pembangunan di negara-negara lain (Effendi, 2011:90). Faktor
keselarasan tersebut secara implisit mengandung makna keserasian dan
keseimbangan.
Jadi,
dalam penerapan komunikasi pembangunan di Indonesia tidak dapat dipandang hanya
dalam satu segi saja. Namun harus dengan konsep ruang sosial yang lebih luas.
Ada sisi budaya dan mentalitas yang harus ditembus dalam mengkomunikasikan
pembangunan. Sebagai bahan pertimbangan, Koentjaraningrat (dalam Effendi,
2011:91) mengemukakan kelemahan-kelemahan mentalitas masyarakat Indonesia daam
pembangunan yaitu:
a. Konsepsi-konsepsi,
pandangan-pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan yang terpengaruh oleh
atau bersumber pada sistim nilai budaya sejak beberapa generasi yang lalu.
b. Konsepsi-konsepsi,
pandangan-pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan yang baru timbul sejak
Zaman Revolusi yang tidak bersumber dari sistim nilai budaya.
Kedua
konsep ini tentu saja telah mengalami
perubahan setelah era modernisasi di Indonesia. Disamping nilai-nilai budaya,
pemikiran-pemikiran pasca era revolusi dewasa ini masyarakat Indonesia telah
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dalam rangka
komunikasi pembangunan kepada masyarakat Indonesia setidaknya harus mampu
memahami kondisi realitas masyarakat dari sisi kebudayaan, cara berpikir
masyarakat tentang apa itu perubahan, apa itu pembangunan dan apa itu sebuah
kemerdekaan dan terakhir ialah sejauhmana masyarakat telah terkontaminasi dan
menjadi pengguna dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jadi
ke depan dalam merencanakan sebuah komunikasi pembangunan tidak bisa hanya
ditinjau dari satu aspek saja. Misalkan, permasalahan kemiskinan tidak dapat
diukur hanya dengan pendapatan masyarakat saja, tetapi bisa juga dilihat dari
sisi ekonomi, hukum, sosial, keamanan dan lain sebagainya. Maka dalam hal
inilah berkembanglah konsep ruang sosial. Ruang sosial (social space) adalah ruang pertemuan atau ruang terbentuknya semua
perilaku sosial dari suatu masyarakat. Disebut ruang sosial karena ruang ini
dihasilkan oleh interaksi sosial antara manusia, interaksi antar personal,
kelompok, maupun interaksi personal dengan kelompok maupun masyarakat. Konsep
ruang sosial dikembangkan oleh Donald Black.
Menurut
Donald Black (Liliweri, 2014:66), dalam ruang sosial ditemukan lima dimensi,
yaitu:
1.
Dimensi normatif, yaitu dimensi yang
berisi norma-norma yang dijadikan sebagai instrumen kontrol sosial terhadap
perilaku orang-orang dalam ruang sosial tesebut.
2.
Dimensi vertikal, yaitu dimensi yang
menggambarkan perbedaan distribusi kesejahteraan sosial yang diukur melalui
kekayaan material dari orang-orang yang ada dalam ruang sosial tersebut.
3.
Dimensi pengusahaan, yaitu dimensi yang
menggambarkan berbagai kumpulan kemampuan orang-orang yang dapat bekerja atau
bertindak secara kolektif dalam suatu organisasi.
4.
Dimensi horizontal, yaitu dimensi yang
menggambarkan berbagai derajat distribusi relasi antara individu dengan
orang-orang lain dalam ruang sosial itu, yang melahirkan keakraban, integrasi
sosial, kohesi dan solidaritas sosial.
5.
Dimensi simbolis, yaitu dimensi yang
menggambarkan perbedaan jumlah, isi serta kualitas kebudayaan suatu masyarakat.
Pandangan
Donald Black mengenai ruang sosial tersebut sangat membantu kita menganalisis
perilaku sosial, bukan semata-mata bersumber dari satu sudut pandang keilmuan
saja, namun menganalisisnya dari kerja sama antardisiplin ilmu.
3.
Strategi
Baru Komunikasi Pembangunan
Beberapa
peran baru komunikasi pembangunan yang dianggap telah keluar dari perspektif
dominan dan perlu dikembangkan dalam penerapan komunikasi pembangunan di
Indonesia (Dilla, 2010:132-148) adalah:
a. Komunikasi
dan Pengembangan Kapasitas Diri
Strategi komunikasi dalam
pengembangan kapasitas diri unsur utamanya adalah partisipasi, sosialisasi,
mobilisasi, kerja sama dan tanggung jawab diantara individu - kelompok dalam
perencanaan pembangunan. Upaya pengemangan kapasitas diri dimaksudkan untuk
memberikan pencerahan, penguatan, dan pemberdayaan masyarakat dalam menggali,
meningkatkan, dan meningkatkan potensi dan kemampuan mereka. Dengan demikian
penekanannya ditekankan pada aliran informasi dab pesan yang bersifat bottom-up
atau komunikasi horizontal diantara masyarakat. masyarakat harus berdiskusi
bersama, mengidentifikasi kebutuhan, keinginan dan harapan termasuk memutuskan
tindakan mereka. Selanjutnya memilih dengan informasi dan media komunikasi
paling sesuai dan tepat dengan kebutuhan mereka.
Peran
utama komunikasi dalam berbagai upaya pembangunan diri adalah:
i.
Menyediakan
informasi teknis tentang berbagai masalah dan kemungkinan pembangunan, serta
berbagai inovasi yang tepat untuk menjawab berbagai permintaan lokal.
ii.
Menyebarkan
informasi tentang pencapaian-pencapaian pembangunan diri dari kelompok-kelompok
lokal sehingga kelompok lain dapat memperoleh keuntungan dari pengalaman
kelompok lainnya dan dapat menjadi motivasi untuk mencapai pencapaian serupa.
b. Memanfaatkan
Media Rakyat (Folk Media) dalam
Pembangunan
Penggunaan
media rakyat sebagai media alternatif yang relevan bagi pembangunan didasari
beberapa alasan, diantaranya: pertama, minimnya pengetahuan dan keterampilan,
kedua status sosial ekonomi rendah, ketiga, kemampuan baca tulis yang kurang,
dan keempat mayoritas masyarakat pedesaan irrasional.
Tujuan dari penggunaan media rakyat
yaitu, membangun hubungan kedekatan, pengikat/transaksi sosial, pengakuan/
pengahargaan identitas diri, dan penghilangan pembatasan anatara sistem
tradisionl dan modern. Tema yang bisanya berkeembang dalam media rakyat
menyangkut ekspresi hidup, keteladanan, simbol-simbol, ritual, cita-cita
budaya, value (baik dan buruk). Dalam tema tersebut disisipkan ide pembangunan.
Melalui media rakyat segala ide, gagasan, dan inovasi pembangunan diceritakan
dan disesuaikan dengan bentuk media yang ada. Dengan begitu ide pembangunan dan
produk - produk kebudayaan lokal masyarakat dapat saling mengisi.
Banyak media rakyat yang fleksibel dan
berfungsi sebagai model komunikasi persuasif, di mana pesan-pesan modern
mendesak audiensnya untuk membatasi ukura anggota mereka, hidup secaa harmonis
dengan para tetangga, dan menjalani hidup yang lebih sehat. Kegunaan media
rakyat diutamakan untuk kepetingan hiburan, komunikasi sosial, dan aktivitas
religius karena media rakayat merupakan perluasan dari budaya lokal, maka
media-media tersebut dianggap sebagai penggerak yang akan menahan sikap-sikap
modern dan pola sikap, serta memperkuat nilai-nilai budaya dari komunitas yang
bersangkutan.
c. Beberapa
Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Media Rakyat
Pembangunan
menggunakan media rakyat perlu diperhatikan terkait isu krusial. Isu krusial
yang ada adalah menyiapkan pesan-pesan yang berorientasi pada pembangunan
tentang isi sebuah media rakyat. Ranganath menyatakan karakter -karekter dalam
bentuk media rakyat harus didasarkan pada kategori bentuk, isi tematis,
fleksibilitas, dan konteks kebudayaan.
Isu krusial yang berhubungan dengan
integrasi anatara media rakyat dengan media massa. Hal ini akan memberikan
informasi dan hiburan pada media massa dan bagi media rakyat sebagai penyebaran
geografis secara luas, namun bila dalam penggunaan integrasi ini tidak tepat
bisa membahayakan kedua media tersebut.
d. Menyempitkan
Ruang Pemisah Melalui Redudansi
Media
dapat meningkatkan dan menyempitkan kesenjangan sosial-ekonomi melalui
informasi yang dapat diakses . Untuk bisa menyempitkan jurang pemisah sosial -
ekonomi dibutuhkan strategi komunikasi yang tepat dalam proses penyebarannya.
Pertama, masyarakat yang berpengetahuan rendah dikategorikan terbelakang dalam
akses informasi. Kedua, isi pesan dibuat sederhana dan mudah dimengerti oleh
komunikan, bentuk kosakatanya disederhanakan, dan sumber-sumber yang
kredibilitas tinggi setidaknya komunikan dapat mengerti isi pesannya
selayaknanya digunakan. Ketiga, daya tarik dan penyajian informasinya
disesuaikan dengan kondiri para komunikan, sehingga seandainya komunikannya
perpengetahuan lebih rendah mereka dapat mengejar kemampuan mereka untuk
mengimbangi yang lebih tinggi.
e. Menganggulangi
Bias Pro-Literacy
Bias
pro-literasi muncul akibat kekeliruan dalam menafsirkan sumber komunikasi yang
memposisikan komunikannya sebagai seseorang yang memiliki keahlian terhadap
pesan yang disampaikan. Pembangunan tidak akan berhasil jika mengabaikan hal
ini, maka dari itu perlu adanya strategi penanggulangan para komunikan
illiterate yaitu dengan mengkomunikasikan melalui pendidikan formal dan
informal. Strategi ini diterapkan dengan memadukan ide pembangunan dan inovasi
pada masyarakat sesuai level pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki
masyarakat pedesaan dan perkotaan sehingga semua kalangan bisa mendapatkan
keuntungan dari pembangunan.
f. Memaksimalkan
Peran Komunikator Sebagai Agen Pembangunan
Agen perubahan atau pembangunan
dalam konteks ini adalah orang atau kelompok yang berpendidikan dan terampil
untuk melakukan perubahan sosial (social changes) memberi pesan mengenai
informasi pembangunan melalui saluran atau media secara terencana, sistematis,
sinergi, dan terintegrasi.
Fungsi
agen pembangunan untuk mendidik, mempersuasif, menyampaikan ide-ide baru
(inovasi) kepada masyarakat yang bertujuan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, wawasan dan cita-cita menuju pada suatu perubahan sikap, tingkah
laku dan metal masyarakat.
Posisi
agen pembangunan ada dua, yaitu orang dalam (insiders) dan orang luar
(outsiders). Peran orang dalam dan orang luar dalam kegiatan pembanguan
berpengaruh pada keberhasilan diterima atau ditolaknya suatu ide, gagasan, atau
inovasi yang diberikan. Peran agen perubahan dari orang dalam biasanya lebih
diterima karena lebih mengetahui seluk-beluk karakteristik masyarakat setempat
sehingga mempermudah usaha mempersuasi dalam penerimaan ide pembangunan,
walaupun tidak menutup kemungkinan agen pembangunan dari orang luar bisa
merubah dan memasukkan ide pembangunan ke masyarakat tersebut.
g. Menyusun
Pesan Berorientasi Audiens
Tugas
penting bagi agen pembangunan yang mengarahkan tujuannya pada masyarakat adalah
memotivasi, menggerakkan, mengajak audiens menjadi bagian penting dari proses
komunikasi. Para audiens di ajak berkomunikasi menggunakan simbol dan bahasa
yang dapat dipahami bersama dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat sebagai penerima pesan.
h. Memanfaatkan
Jasa Teknologi Komunikasi
Memanfaatkan jasa teknologi
komunikasi pada perubahan sosial sangat membantu kegiatan komunikasi
pembangunan. Penerapan tekonogi komunikasi pada kegiatan pembangunan
diantaranya: penyiaran televisi, perekam video maupun kaset, telepon, komputer,
komunikasi satelit, tele-konferensi, audio - konferensi dan teknologi baru
dalam komunikasi “Cyber communication” atau komunikasi dunia maya. Untuk
memanfaatkan perkembangan ini perlu dibutuhkan kearifan dan kebijakan semua pihak
yang ikut terlibat, termasuk dampak yang ditimbulkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto,
Elfinara dan Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.
Cangara,
Hafied. 2014. Pengantar Ilmu Komunikasi –
Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Pers.
Dilla,
Sumadi. 2010. Komunikasi Pembangunan:
Pendekatan Terpadu. Bandung: Sembiosa Rekatama Media.
Effendy, Onnong Uchjana. 2011. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Harun, Rochajat dan Elvinaro Ardianto.
2011. Komunikasi Pembangunan dan
Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Liliweri, Alo. 2014. Sosiologi dan Komunikasi Organisasi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Pandia,
Idawati. 2009. Opini Publik Mengenai
Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan. Volume 10
No. 1, April 2009.
Saleh,
E. Rosana, A. Dan Hadiyanto. 2010. Hambatan-hambatan Komunikasi yang Dirasakan
Peternak dalam Pembinaan Budidaya Sapi Potong di Kabupaten Ogal Ilir. Jurnal Komunikasi Pembangunan. Februari
2010, Vol. 08, No. 1 (hal 27-41)
Comments
Post a Comment