Paradigma dan Perspektif*

Image
Oleh: Fikar Damai Setia Gea A.     Pengertian Paradigma Secara etimologis kata Paradigma bermula pada sejak abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari Bahasa Latin pada tahun 1943 yaitu paradigma   yang berarti suatu model atau pola. Sementara dalam Bahasa Yunani berasal dari kata paradeigma (para+deignunai) yang berarti untuk “membandingkan”, “bersebelahan” (para) dan “memperlihatkan” (deik). Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama khususnya dalam disiplin ilmu pengetahuan. Beberapa pengertian paradigma menurut pada ahli adalah sebagai berikut: Pengertian paradigma menurut Patton (1975) : “A world view, a general perspective, a way of   breaking down of the complexity of the real world” (suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata) . Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs (197

LINGKARAN KRISIS DI KEPULAUAN NIAS

Oleh: Fikar Damai S. Gea*

Akhir-akhir ini di Nias banyak orangtua apabila sedang duduk-duduk santai, nonton tv, makan malam atau pergi tidur di malam hari mesti ditemani dengan alat yang cukup banyak dicari orang di Pulau Nias akhir-akhir ini yaitu “senter”. Senter kini telah menjadi salah satu primadona di tengah masyarakat yang sedang mengalami krisis listrik. Kondisi ini seperti memberikan isyarat adanya kekhawatiran bahwa malam ini tidak selamanya terang benderang, mungkin beberapa saat lagi kegelapan akan mendera.

Sebuah situasi yang sangat miris di Pulau Nias. Dalam satu hari mungkin saja terjadi pemadaman listrik lima sampai enam kali. Hal ini membuat banyak hal bermunculan dalam pemikiran masyarakat. Ada yang marah, kecewa, heran, saling menuduh, mencari kambing hitam, pasrah dan mungkin ada juga yang sedang berpikir mencari jalan keluar. Sungguh sangat kompleks. Tak jarang orang yang menunjukkan curahan hatinya atas krisis listrik di Pulau Nias memalui tulisan-tulisan dan juga kicauan-kicauan di media sosial berharap ada yang mendengar keluh kesah mereka.

Mungkin pembaca yang budiman bertanya-tanya, mengapa hanya orang tua saja yang menyediakan senter jika sudah menjelang malam? Dewasa ini sedikit ada pengecualian terhadap para kaum muda. Karena anak-anak muda sekarang memiliki banyak koleksi gadget-gedget keluaran terbaru yang selalu bertahan hidup. Ditambah lagi sekarang ada fasilitas power bank yang mampu menyimpan arus tiga sampai empat hari bahkan satu minggu untuk supply daya pada gadget. Iya, itu adalah sisi lain dari kemajuan teknologi dan informasi.

Tiga Kebutuhan Utama: Energi, Water and Food

Di era perkembangan teknologi, informasi dan industri dewasa ini ada tiga kebutuhan utama yang tidak boleh tidak harus dimiliki oleh setiap negara yaitu energi (energy), air (water) dan makanan (food). Tak heran jika banyak negara berjuang dengan segala daya upaya agar ketiga kebutuhan ini tersedia untuk seluruh warganya dan tak sedikit pula negara yang sedang mengalami kekhawatiran karena mereka mengalami krisis terhadap tiga kebutuhan utama ini.

Survey yang dilakukan oleh Shell sepanjang tahun 2013 di Sembilan negara Asia yakni; Brunei Darussalam, Korea Selatan, India, Indonesia, Pakistan, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam menunjukkan kebutuhan akan energi, air dan makanan menjadi hal yang sangat penting. Dari survei itu terlihat kalau Thailand, Filipina, dan India menduduki daftar teratas dari sembilan negara Asia yang mengaku sangat khawatir dengan kebutuhan energi, air dan makanan di masa yang akan datang.

Meningkatnya kebutuhan akan energi, air dan makanan disebabkan karena pertumbuhan populasi manusia yang terus meningkat dan juga meningkatkan tekanan energi global sebagai akibat dari perkembangan industrialisasi dan teknologi. Pada 2030, dunia akan membutuhkan 40 hingga 50 persen energi, air, dan makanan yang lebih banyak seiring dengan kenaikan permintaan dan pertambahan populasi.

Menganalisis Kondisi Kepulauan Nias

Memperhatikan ketiga kebutuhan utama di atas perlu untuk dianalisis apakah Nias sampai sejauh ini dalam keadaan aman atau sedang mengalami krisis. Pertama, Kebutuhan Energi. Menjelang akhir semester pertama tahun 2014, Kepulauan Nias patut bersyukur bila sumber energi yang bersumber dari bahan bakar minyak (BBM) antara lain; premium, solar dan minyak tanah masih dalam keadaan cukup. Hal ini ditandai dengan tidak adanya keluhan yang cukup berarti dari masyarakat akan kesulitan mencari BBM. Dengan demikian, mobilitas masyarakat secara kesuluruhan berjalan dengan baik dan distribusi angkutan penumpang dan barang juga berjalan dengan baik.

Akan tetapi sumber energi lainnya yang memiliki peranan yang cukup vital yakni listrik berjalan terseok-seok. Seperti sudah diketahui oleh semua orang bahwa kekhawatiran akan krisis listrik di Pulau Nias sudah memasuki krisis stadium tingkat tinggi. Pemadaman listrik lima sampai enam kali dalam sehari merupakan keadaan yang sangat tidak menyenangkan di Pulau Nias. Banyak industri rumah tangga dan industri kecil yang sumber energinya dari listrik tidak berproduksi secara maksimal. Banyak rumah tangga, perkantoran, pelaku usaha dan pelaku industri harus mengeluarkan biaya tambahan yang cukup besar mengantisipasi pemadaman listrik dengan membeli BBM untuk menggerakkan genset. Karena hanya dengan demikianlah aktifitas sehari-harinya dapat beroperasi.

Jika kita sejenak kembali ke belakang sekitar 2009-2010 dikatakan bahwa sering terjadinya pemadaman listrik di Kepulauan Nias disebabkan karena PLN Cabang Gunungsitoli dan PLN Ranting Teluk Dalam hanya mampu mensuplay 5,8 MW dari kapasitas total 10,8 MW. Dengan kondisi seperti itu, mungkin kita dapat memahami artinya Kepulauan Nias butuh pasokan tambahan daya untuk memenuhi seluruh kebutuhan listrik masyarakat. Bagaimana kondisi saat ini pada tahun 2014?

Pada tahun 2014 berdasarkan data dari PLN Gunungsitoli menyatakan bahwa daya yang dimiliki oleh PLN di Kepulauan Nias adalah 25 MW, dengan rincian 20 MW dari PLTD Idanoi, Gunungsitoli dan 5 MW dari PLTD Teluk Dalam, Nias Selatan. Dengan ini sesungguhnya permasalahan listrik di Kepulauan Nias mestinya sudah dapat teratasi. Namun, mengapa hingga saat ini masih belum tuntas. Ada saja banyak alasan dari pegawai PLN jika masyarakat bertanya mengapa masih sering terjadi pemadaman listrik. Mulai dari kerusakan PLTD Idanoi, Gangguan Lighting Accestec (LA) dan Switch di PLTD Idanoi dan masih banyak banyak alasan lainnya. Sebenarnya apa yang terjadi terhadap pelayanan PLN di Kepulauan Nias?

Mestinya manajemen PLN Cabang Gunungsitoli mencoba untuk mengerti bagaimana terbebaninya masyarakat akibat pemadaman listrik yang terus berkepanjangan ini. Pengeluaran tambahan dari setiap rumah tangga untuk supply premium genset di rumah, kenyamanan dan kemananan di rumah-rumah tangga yang sangat terganggu, efek kerusakan alat-alat elektronik di rumah akibat arus tidak stabil dan kasus-kasus lainnya.

Sampai kapan krisis ini akan berakhir?

Kedua, Kebutuhan Air. Bagi yang berdomisili di Gunungsitoli, sudah bukan pemandangan asing lagi di Umbu, sebuah sumber mata air di daerah Afilaza Gunungsitoli dari Pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB malam tempat ini selalu ramai oleh warga yang bergantian mengangkut air untuk kebutuhan rumah tangga. Bersyukur dengan adanya sumber air di Afilaza sekaligus juga miris akan rendahnya pelayanan air bersih kepada masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga, perkantoran dan usaha.

Dan tidak hanya disitu, pernah suatu kali penulis berkunjung ke Gunungsitoli Idanoi tepatnya tidak jauh dari Gereja BNKP Thomas. Disana juga ada salah satu sumber mata air sama seperti di Afilaza banyak warga yang silih berganti mengangkut air untuk kebutuhan rumah tangga. Jika kita bergeser ke arah Kabupaten Nias dimulai dari Gido, Idanogawo dan Bawolato apa yang kita temukan sungguh kondisi yang sangat memprihatinkan. Sering terjadinya kemarau panjang di Nias akhir-akhir ini berdampak pada sulitnya air di tiga kecamatan tersebut. Karena banyak banyak warga yang hanya mengandalkan air hujan. Jika kemarau melanda maka sungai akan menjadi tujuan utama warga mencari sumber air.

Tentu kondisi ini tidak hanya terjadi di Gunungsitoli atau di Kabupaten Nias. Suatu kali ketika penulis bersama dengan teman-teman berkunjung dan sempat bermalam di Mandrehe, menjadi sebuah petualangan yang menarik sekaligus risih ketika teman kami yang disana mengajak kami untuk mandi di Sungai Moro’ō. Dengan terpaksa kami pun mengikuti ajakan itu dan terjun ke sungai untuk mandi. Alasan mereka ialah tidak ada sumber air yang bisa dipakai selain mengandalkan hujan. Jika terjadi kemarau maka sungailah harapan satu-satunya sebagai sumber air. Begitu juga di Sirombu ada banyak warga yang melakukan kegiatan MCK di Sungai Lahōmi. Ini hanyalah segelintir pemandangan dan pengalaman yang ada dan sangat bisa dipastikan kasus serupa masih banyak terjadi di seluruh Kepulauan Nias.

Dalam sebuah forum Satuan Kerja Perangkat Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Nias pada bulan Maret 2014 yang lalu, Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Umbu menguraikan kondisi pelayanan PDAM pada tahun 2013 yang lalu. Dijelaskan bahwa pada tahun 2013 terdapat 7.696 rumah yang tersambung jaringan PAM dengan proyeksi 32.390 jiwa terlayani dengan persentase pelayanan 35 %. Angka yang sangat jauh bila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk Kepulauan Nias. Kondisi pelayanan yang sangat minim sekitar 35 % diakibatkan karena debit air yang bersumber dari unit Binaka, Idanoi, Kalimbungō, Tumōri, Moawō dan Lasara mengalami penurunan sejak kemarau panjang melanda wilayah Kepulauan Nias. PDAM Tirta Umbu juga hanya mampu melayani sebagian wilayah Kota Gunungsitoli dengan segala kekurangan dan keterbatasannya.

Ketersediaan debit air yang sangat minim, kemarau panjang dan juga infrastruktur yang kurang memadai menambah daftar panjang sangat rendahnya tingkat pelayanan air bersih di Kepulauan Nias. Sementara air adalah kebutuhan yang sangat mendasar yang tidak boleh tidak harus tersedia di setiap rumah tangga dan juga perkantoran. Keberadaan PDAM Tirta Umbu satu-satunya yang ada di Gunungsitoli ternyata tidak bisa menjawab permasalahan kekuarangan air di Pulau Nias. Sampai kapan krisis air di seluruh Kepulauan Nias bisa teratasi?

Ketiga, Kebutuhan Makanan. Berbicara mengenai kebutuhan akan sumber makanan di Kepulauan Nias saat ini, penulis mencoba untuk menyampaikan bagaimana masyarakat sangat kesulitan dan tertekan dengan rendahnya harga komoditi seperti karet, kakao, kelapa, dan lain sebagainya. Hampir merata diseluruh Kepulauan Nias pada semester I tahun 2014 ini harga karet berada pada kisaran Rp. 5.000 ke Rp. 6.500 per kilo gram. Sementara harga bahan-bahan pokok makin seperti beras, minyak, cabe, dan sembilan bahan pokok lainnya semakin hari harganya semakin melambung. Masyarakat semakin terjepit dan menjerit. Keadaan ini mungkin tidak terjadi di perkotaan seperti Gunungsitoli dan sekitarnya. Namun kondisi ini sangat terasa di pedesaan di wilayah dimana masyarakat hanya mengandalkan karet, kakao dan kelapa sebagai sumber mata pencaharian utama.

Kemarau panjang pada awal tahun 2014 juga mengakibatkan perkebunan karet mengalami musim gugur sehingga hasil karet sangat rendah. Ada banyak warga yang menjerit ketika karet yang mereka hasilkan tidak mampu untuk membeli kebutuhan pokok mereka sehari-hari seperti beras, ikan asin dan minyak goreng. Banyak warga yang dengan terpaksa berhutang ke warung-warung untuk membeli beras, ikan asin dan juga minyak goreng. Jika dalam satu keluarga terdiri dari dua orang tua dan tiga anak dengan penghasilan 4 kg karet per hari. Maka dalam sehari dengan keadaan tidak hujan mereka akan mendapatkan uang sebesar Rp. 26.000 perhari dengan kisaran harga karet Rp. 6.500 per kilo gram. Dapatkah uang Rp. 26.000 mampu menghidupi lima orang dalam sehari. Syukur-syukur jika tidak ada hujan. Rendahnya harga komoditi akhir-akhir ini sangat menekan masyarakat bahkan membunuh harapan untuk terus bertahan tinggal di Pulau Nias.

Masyarakat kita dikepung dan hidup dalam lingkaran krisis!

Peran Pemerintah, Swasta dan Masyarakat.

Jika kita kembali pada konsep seperti di awal tulisan ini bahwa setiap negara atau kita kerucutkan bahwa setiap daerah tidak boleh tidak harus mampu memenuhi kebutuhan energi, air dan makanan untuk warganya. Lalu dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat kita akhir-akhir ini dengan sumber daya yang semakin tidak dapat diarahkan untuk kepentingan masyarakat, mesti setiap pemangku kepentingan apakah itu pemerintah, swasta dan masyarakat harus jeli dan melakukan terobosan untuk mencari solusi terhdaap permasalahan yang ada.

Yang terpenting sekarang adalah perlu adanya komitmen dari setiap pemangku kepentingan untuk mengadakan terobosan dan perubahan mengatasi permasalahan-permasalahan mendasar dan sangat vital bagi masyarakat di Kepulauan Nias. Sangat diperlukan adanya kolaborasi. Kolaborasi antara 5 Kabupaten/Kota yang ada bersama dengan pihak swasta dan masyarakat. Berbicara Kepulauan Nias maka sudah saatnya kita harus membicarakan hal-hal yang besar.

Untuk lebih mengerti sebesar apa Kepulauan Nias yang sedang kita bicarakan saat ini adalah sebesar Kepulauan Nias akan menjadi sebuah Provinsi kelak. Mengatasi permasalahan energi, air dan makanan di Pulau Nias harus dipikirkan secara holistik, tidak bisa dipikirkan secara sepotong-sepotong berdasarkan wilayah administrasi Kabupaten atau Kotamadya.

Oleh karena itu, harus menjadi perhatian bersama bagi pemerintah, swasta dan masyarakat di Pulau Nias untuk bisa mengkaji lebih jauh lagi tentang sumber energi alternatif dan yang terbarukan yang mudah di dapat di wilayah Kepulauan Nias. Berkenaan dengan krisis air yang sedang melanda wilayah Kepulauan Nias dan kondisi infrastruktur air bersih yang ada sangat kurang memadai, tidak ada salahnya untuk berpikir tentang bagaimana untuk merencanakan satu terobosan besar pembuatan waduk di wilayah Kepulauan Nias. Setidaknya ada 2 (dua) waduk besar yang mampu mensupply air di wilayah sebelah barat meliputi Lolofitu Moi, Mandrehe, Sirombu dan Lolowau dan wilayah sebelah timur Pulau Nias meliputi Gunungsitoli, Gido, Idanogawo, Bawolato, Lahusa dan sekitarnya.

Disamping itu, peran pemerintah, swasta dan masyarakat juga sangat diharapkan dalam hal tersedianya bahan pangan yang cukup untuk Pulau Nias. Menggalakkan kembali program swasembada pangan adalah salah satu cara untuk menjaga pasokan pangan tetap tersedia dan stabil. Penting dilakukan ekstensifikasi pertanian, perkebunan dan peternakan serta eksplorasi hasil laut yang selama ini hanya dikelola secara tradisional.

Dengan demikian diharapkan mata rantai lingkaran krisis yang sedang melanda Pulau Nias akhir-akhir ini dapat segera terputuskan. Semoga!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

KENDALA DAN HAMBATAN SERTA SOLUSI DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN*

E-BUDGETING: MENGAWAL ASPIRASI MASYARAKAT DARI POLITIK KEPENTINGAN*

PELET JEPANG!

CORPORATE BRANDING AND CORPORATE REPUTATION

KOMUNIKASI HUMANIS*