Seandainya Kami Punya Bus Sekolah

Di desa-desa jumlah sekolah sangat terbatas, baik di tingkat sekolah dasar, menengah maupun menengah atas. Dalam satu desa mungkin saja hanya terdapat satu sekolah dasar tanpa sekolah menengah pertama dan menengah atas. Jadi, semua anak dari berbagai penjuru desa menuju satu tempat untuk bersekolah. Walaupun jarak rumah mereka dengan sekolah sangat jauh mengingat pola persebaran penduduk di desa tidak terkonsentrasi dan menyebar secara tidak merata, ditambah lagi dengan kondisi jalan yang tidak terlalu baik. Namun, rintangan dan tantangan itu tidak menjadi penghalang buat mereka untuk datang menuntut ilmu ke sekolah. Walaupun mereka harus bangun dan pergi ke sekolah pagi-pagi sekali supaya mereka tidak terlambat sampai di sekolah. Dan mereka juga harus menahan terik matahari berjam-jam saat mereka pulang ke rumah mereka di siang harinya.

Suatu kali dalam perjalanan ke desa saya menyaksikan sebuah aksi unik sekelompok anak-anak SD saat mereka dalam perjalanan pulang menuju rumah mereka. Saya perkirakan mereka itu sekitar 20-an orang dan mereka terdiri dari empat kelompok. Masing-masing kelompok memiliki jarak sekitar 10 meter.
Aksi yang mereka lakukan ialah menahan setiap mobil yang lewat di jalan dengan cara melambai-lambaikan tangan mereka yang mengisyaratkan untuk berhenti dan meminta tolong untuk diberi tumpangan (yang gratis tentunya) buat mereka. Walaupun usaha mereka itu tidak dengan gampang terkabulkan. Karena setiap pengemudi belum tentu bersedia untuk memberikan tumpangan.

Ternyata, pembagian kelompok itu merupakan bagian dari strategi mereka. Mereka menahan mobil yang lewat secara estafet. Jika kelompok yang lain tidak berhasil akan dicoba lagi oleh kelompok yang lain sampai ke kelompok terakhir. Jika sampai di kelompok terakhir mobil tersebut belum juga berhenti dan tergerak hatinya untuk memberi tumpangan berarti belum rejeki. Dan mereka melakukan itu terus menerus sampai ada yang memberikan tumpangan gratis buat mereka bahkan hingga mereka tiba di rumah mereka masing-masing tak satu pun mobil yang mau membawa mereka.

Kejadian paling mengesankan buat saya dan juga membuat saya terharu ialah ketika salah satu kelompok anak-anak itu berhasil menahan mobil dan mereka diberi tumpangan. Anak-anak itu sangat senang dan berbahagia. Dengan bersemangat dan muka yang ceria serta berteriak “Horeeeeeeeeee” mereka berlarian naik ke mobil dan kelompok yang lain juga berlarian mendapatkan mobil dan mereka pun pulang bersama dengan bus sekolah dadakan itu.

Peristiwa itu sangat berkesan bagi saya dan membuat saya terharu. Hal itu yang membuat saya tergerak untuk menuliskan kisah ini dan memberinya judul “Seandainya Kami Punya Bus Sekolah” . Dari peristiwa ini saya belajar dan diajak untuk sebisa mungkin berbuat sekecil apapun untuk kebahagiaan orang lain.

Jika kita perhatikan, apa keuntungan si pengemudi mobil membawa anak-anak SD itu dan apa juga ruginya ketika dia memberi sedikit waktunya untuk berhenti dan memberikan sedikit ruang di mobilnya untuk ditempati sementara oleh anak-anak itu?

Akan tetapi, dengan sedikit kebaikan hati yang diberikan oleh si pengemudi mobil betapa bahagianya anak-anak itu. Dengan muka yang sangat senang, bahagia, bersemangat dan penuh keceriaan mereka naik ke atas mobil.

Ketika kita memperlakukan anak-anak dengan bersahabat dan dukungan maka mereka akan tumbuh dengan penuh rasa percaya diri dan juga menghargai kehidupannya. Dengan itu kita dapat meminimalisir sikap antipati anak-anak yang memandang orang dewasa sebagai orang yang sombong dan tidak mau menolong orang lain.

Apakah yang lebih berharga dari sebuah kebahagiaan atas kebaikan hati kita? Hal ini membuat saya lebih mengedepankan kebaikan hati dari pada lebih mempertibangkan keuntungan dan kerugian dari setiap perbuatan yang kita lakukan untuk menolong orang lain.

Sejak saat itu aku juga belajar untuk melakukan sesuatu walaupun kecil yang akan membuat orang lain senang dan bahagia. Karena kita kadangkala tidak menyadari bahwa sesuatu yang besar dan indah seringkali terbungkus dalam apa yang dipandang orang kecil.