Mengapa Banyak Calon Anggota Legislatif Stres, Depresi, Beralih ke Dukun dan Bunuh Diri?

Pasca pemilu 2009, satu fenomena yang sangat menggelikan dari kalangan politisi ialah banyaknya caleg yang mengalami stress, depresi, beralih ke dukun dan bahkan ada yang bunuh diri.

Menyikapi fenomena ini timbul satu petanyaan, mengapa situasi dan kondisi seperti ini terjadi kepada para caleg (terutama caleg yang gagal dalam pemilu)?

Ada beberapa hal yang mengakibatkan kasus itu terjadi? Pertama, bahwa caleg berkeinginan untuk menjadi anggota DPR tidak atas dasar melayani rakyat atau sebagai wakil rakyat yang akan membawa aspirasi rakyat, melainkan ingin mencari pekerjaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemahaman sebagian besar politisi akan makna politik dan hakekat politik salah besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya caleg yang mengedepankan kekuatan uang dalam mengambil hati para konstituen.

Kedua, bursa caleg dalam pemilu dijadikan ajang perjudian atau nasip-nasipan. Sebuah pemahaman yang salah jika ditinjau dari segi logika dan rasionalitas bahwa peluang untuk menjadi anggota DPR pada pemilu kali ini sangat kecil sekali. Jika dibandingkan antara kursi di DPR dengan jumlah caleg maka peluangnya ialah hanya 2%. Akan tetapi caleg menghambur-hamburkan uang mereka, bahkan harta benda milik mereka mereka jual untuk mencapai sesuatu yang harapan menangnya sangat kecil. Ditambah lagi pemasaran politik yang kurang tepat untuk mencari dukungan dari konstituen. Akibatnya ialah setelah kalah yang terjadi adalah penyesalan ketika harta benda telah ludes, pusing mau gimana lagi, ujung-ujungnya stress, depresi dan bunuh diri. Ada juga yang beralih ke dukun untuk mengobati stress dan depresi mereka.

Ketiga, kebanyakan masyarakat Indonesia masih terbelakang bahkan primitif. Hal ini pernah di katakan oleh Prof. Frans Magnis Suseno dalam menyikapi fenomena dukun cilik Fonari beberapa bulan yang lalu. Bahwa banyaknya masyaralat Indonesia yang masih percaya terhadap hal-hal yang bersifat mistis dan gaib merupakan pertanda bahwa masyarakat Indonesia ialah masyarakat yang masih primitif. Bisa saja itu akibat pemahaman akan iman kepercayaan yang kurang dan perkembangan zaman yang masih minim.

Begitu juga halnya dengan kasus para caleg yang kalah lalu pergi ke dukun. Hal itu terjadi sebagai dampak ketertinggalan masyarakat Indonesia sampai saat ini, yang masih mengharapkan sesuatu yang instan tanpa sebuah proses yang jelas. Jika caleg begitu apa lagi masyarakat biasa.

Apa yang bisa kita pelajari disini?

1. Menjadi anggota legislatif ialah bukan untuk mencari pekerjaan, melainkan menjalankan amanat membawa aspirasi rakyat. Sehingga para caleg tidak salah kaprah menanggapi kesempatan untuk duduk menjadi anggota DPR.
2. Menjadi caleg ialah berarti ada satu kepercayaan dalam diri bahwa dia adalah orang memiliki kapasitas untuk itu, berintegritas, mapan dan jika bisa telah terbukti. Sehingga tidak perlu cara-cara yang salah dalam meraih dukungan.
3. Cara atau gaya pemasaran politik caleg di Indonesia yang masih perlu diperbaiki.
4. Satu hal yang juga penting ialah perlunya mengubah cara pandang masyarakat dalam menanggapi dan menghadapi sesuatu. Di dunia yang serba modern dan canggih saat ini, hal-hal yang sifatnya gaib dan mistis merupakan hal yang omong kosong belaka. Yang dapat dilakukan ialah pendalaman iman kepercayaan masyarakat dan pendidikan masyarakat perlu ditingkatkan. Begitu juga kader-kader partai yang suatu saat nanti akan mejadi caleg perlu adanya pendidikan politik yang lebih mendalam lagi.

Kiranya tulisan ini dapat menjadi satu wacana yang membangun yang dapat kita diskusikan bersama.

Terimakasih