Masyarakat Indonesia Ditengah Gempuran Iklan Partai Politik

Menjelang pemilu 9 April 2009, masyarakat Indonesia digempur oleh iklan partai politik. Wajah para calon anggota legislative bertebaran dimana-mana. Baik itu dengan baliho, spanduk, poster, stiker, pamflet, bendera, maupun lewat iklan di media massa baik cetak maupun elektronik. Terlebih setelah kampanye terbuka di mulai. Partai politik berlomba-lomba berkampanye dan beriklan. Semua partai mengusung sosok yang di anggap berpengaruh dalam partai, track record yang bagus, semua program yang dianggap sudah berhasil dan hanyalah program mereka yang terbaik.



Kampanye politik akan menjadi pilihan utama untuk mendapatkan suara yang banyak. Partai politik harus optimis bahwa dalam waktu yang terbatas itu mampu untuk mencetak wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen. Semua partai merencanakan berbagai strategi mutakhir yang akan dipakai, merencanakan ide kampanye yang persuasif dan memanfaatkan semua sarana yang ada agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Kampanye politik yang diterapkan sekarang sudah seperti pasar saja. Hal ini dapat dilihat dari adanya iklan politik dan pemasaran politik. Bahkan kegiatan pemasaran politik telah mencangkokkan konsep pemasaran dengan menerapkan 4P (produck, price, place & promotion). Dari sisi produk, partai politik menawarkan produk berupa platform partai, track record dan figure sang pemimpin. Price adalah harga yang harus dibayar masyarakat terhadap para calon legislative yakni berupa kepercayaan yang dibuktikan dalam pemilihan. Place adalah kedudukan setiap partai politik mulai dari DPP, DPD, DPC bahkan sampai kedaerah-daerah terpencil sekalipun. Dan pormosi adalah kegiatan kampanye dan juka kegiatan periklanan partai.

Mungkin kah semua kegiatan ini nantinya akan berhasil? Tentu saja tergantung dari kelihaian para marketer partai.

Namun, satu hal yang perlu diingat dan diperhatikan oleh partai politik ialah, bahwa partai politik ada untuk mewakili rakyat dalam mengekspresikan kepentingan-kepentingannya menjadi sebuah kebijakan. Partai politik harus mampu memberikan sarana politik langsung kepada kepentingan yang diwakilinya. Kehadiran begitu banyak partai politik yang akan bertarung dalam kancah perpolitikan nasional di tahun 2009, diharapkan mampu memberikan perubahan yang berarti bagi bangsa ini.

Namun apa yang terjadi, bukan pendidikan politik seperti yang diharapkan terjadi dalam kampanye politik tahun ini. Partai politik memberikan contoh yang tidak baik, termasuk para tokoh politik atau para tokoh nasional. Masyarakat bukannya disadarkan dan diubaha cara berpikirnya dalam menghadapi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini yang semakin terpuruk. Justru masyarakat di suguhi tontonan yang saling tuding menuding, sikut menyikut, balas membalas menuduh bahawa orang lain tidak baik hanya partainyalah yang terbaik dan berhasil. Bahkan ada juga yang memanfaatkan segala kesempatan untuk mendapatkan dukungan.

Kondisi ini sebenarnya mengisyaratkan ketidakpercayaan partai terhadap kekuatannya sendiri sehingga memanfaatkan kelemahan partai lain. Akibatnya ialah sikap pesimis dan ketidakpercayaan masyarakat semakin bertambah.

Sebenarnya apa yang diharapkan dalam kampanye partai politik ini? Sejatinya kampanye politik ialah sebagai wahana konsolidasi diri terhadap masyarakat. Kampanye politik tidak lagi menjadi sarana untuk mempromosikan atau menjual diri, melainkan upaya untuk memperteguh dan memperkokoh posisi dan kepercayaan masyarakat terhadap kandidat.