Oleh: Fikar Damai Setia Gea**
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Sejak dikeluarkannya
Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN 2004), paradigma perencanaan pembangunan di Indonesia telah
mengalami perubahan yang sangat signifikan dan kedudukan perencanaan
pembangunan daerah di Indonesia menjadi semakin kuat. Perubahan yang signifikan
dalam penyusunan dokumen perencaan daerah di Indonesia pasca SPPN 2004
(Sjafrizal, 2015:3) adalah: pertama, menyangkut
jenis dokumen pembangunan daerah yang harus dibuat oleh masing-masing sesuai
dengan perkembangan demokratisasi dan otonomi dalam sitim pemerintahan daerah. Kedua, sesuai denga perubahan jenis
dokumen, maka teknis penyusunan rencana juga mengalami perubahan yang cukup
mendasar. Ketiga, tahapan penyusunan
rencana juga mengalami perubahan untuk dapat menerapkan sistim perencanaan
partisipatif (participatory planning)
guna meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat dalam penyusunan rencana
pembangunan.
Paradigma lama
perencanaan pembangunan ialah perencanaan pembangunan yang bersifat top down yaitu dengan membuat daftar
usulan kegiatan sebanyak-banyaknya, seindah-indahnya dan tidak terbatas
(Purnamasari, 2008:3). Semua dokumen perencanaan hingga penentuan anggaran
berasal dari pusat. Walaupun setiap tahun ada yang disebut dengan Rapat
Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) namun itu hanyalah acara seremonial belaka,
karena pemerintah pusat sesungguhnya sudah menetapkan rencana pembangunan untuk
suatu daerah tertentu. Partisipasi yang didengungkan dalam proses Rakorbang
hanyalah omong kosong belaka dan masyarakat dijadikan pelengkap penderita dalam
nuansa simbolisme.
Tentu saja paradigma
lama ini sangat banyak ditentang oleh masyarakat dan juga para praktisi
pembangunan yang langsung turun ke lapangan. Hal ini didasari pada pemikiran
bahwa bagaimana pemerintah yang paling atas mengetahui kebutuhan masyarakat
pada level yang paling bawah dengan banyaknya tahapan birokrasi, luasnya
wilayah dan kemajukan budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk
tercapainya keberhasilan pembangunan masyarakat di daerah (mulai dari desa)
maka segala program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus
melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan
kebutuhan di wilayah mereka sendiri. Mereka pulalah yang akan memanfaatkan dan
menilai tentang berhasil atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka. Maka dari
situlah muncul konsep pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development), yang
terintegrasi dengan paradigma sosial budaya sebagai keseluruhan proses
pembangunan masyarakat (Dilla, 2010:105).
Mengapa keterlibatan
masyarakat sangat penting dalam pembangunan? Conyers (dalam Purnamasari,
2008:2) mengemukakan 3 (tiga) alasan utama mengapa partisipasi masyarakat
begitu penting dalam perencanaan, yaitu:
1. Partisipasi
masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan dan sikap masyarakat setempat.
2. Masyarakat
akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila mereka dilibatkan
dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk
beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap
program kegiatan tersebut.
3. Mendorong
partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak
demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan.
Konsep pembangunan
partisipatoris atau pembangunan yang berpusat pada rakyat ini pun langsung
mendapat posisi yang sangat strategis dalam perencanaan pembangunan di
Indonesia. Sejak diterapkannya sistim otonomi daerah tahun 2001 dan terbitnya
undang-undang SPPN tahun 2004 merubah total mekanisme perencanaan pembangunan
menjadi kewenangan daerah (desentralisasi pembangunan). Peranan perencanaan
pembangunan daerah menjadi semakin penting dalam pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan daerah di Indonesia dan sekaligus juga dalam meningkatkan
kontribusi daerah terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan.
Akan tetapi, dalam
perjalanannya perencanaan pembangunan tentu saja tidak berjalan dengan mulus.
Muncul berbagai macam permasalahan-permasalahan pokok dalam perencanaan.
Permasalahan ini muncul baik dalam tahapan perencanaan maupun dalam tahapan
pelaksanaan. Permasalahan yang paling mencolok dan cukup menyita perhatian
publik akhir-akhir ini ialah tentang politik kepentingan dalam perencanaan
pembangunan. Kejadian-kejadian seperti ini sering terjadi ketika tahapan
perencanaan sudah memasuki tahapan penganggaran. Faktor internal yang bersumber
dari eksekutif sendiri ialah dimana masing-masing dinas dan instansi cenderung mengedepankan
ego sektoral, merasa hanya tugas dan fungsinyalah yang paling penting dalam
kegiatan pembangunan.
Disamping itu,
perencanaan pembangunan tentu saja tidak hanya direncanakan dua pihak saja
antara pemerintah daerah (eksekutif) dengan masyarakat. Dalam perencanaan juga
ada peran dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legisatif
yang memiliki fungsi legislasi (legislation),
pengawasan (controlling) dan
penganggaran (budgetting). Pada
prinsipnya tahapan perencanaan dilakukan secara terbuka melalui mekanisme
resmi, antara lain; Musrenbang Desa, Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD,
Musrenbang Daerah, Musrenang Provinsi dan Musrenbang Nasional. Bahkan dalam
semua tahapan itu diberi ruang yang sangat luas kepada setiap anggota DPRD
untuk memberikan Pokok-Pokok Pikiran DPRD sebelum sebuah perencanaan ditetapkan
sebagai Peraturan Daerah (diadopsi dari proses perencanaan dan penggangaran
dalam UU No. 25 tahun 2004).
Namun apa yang
terjadi ketika sebuah anggaran sudah ditetapkan ialah munculnya berbagai macam
program yang tidak pernah direncanakan sebelumnya dan juga dengan anggaran yang
jumlahnya fantastis. Tentu saja jika kita merunut semua proses perencanaan yang
terjadi tentu saja setiap program dan kegiatan dalam rencana kerja dan anggaran
pasti sudah melewati tahapan perencanaan dan evaluasi. Tetapi kita tidak bisa
menutup mata bahwa realita di lapangan ialah bahwa sering terjadi ‘main mata’
antara oknum dari SKPD dengan oknum anggota DPRD. Ada banyak alasan hal ini
bisa terjadi, mungkin untuk mengamankan posisi pejabat-pejabat tertentu,
mungkin untuk memuluskan lobi dan negosiasi anggaran di DPRD atau mungkin
memang sudah merencanakan sebuah misi tertentu yang ujung-ujung adalah tindakan
koruptif.
Misalkan saja kasus
anggaran siluman yang diungkap oleh Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) pada APBD DKI
Jakarta tahun 2015. Tidak tanggung-tanggung dengan Provinsi sebesar DKI Jakarta
maka potensi mark up dan manipulasi
anggaran bisa mencapai Rp. 12,1 Trilyun. Notabene manipulasi anggaran siluman
ini terjadi karena ada oknum dari pemerintah dan anggota DPRD yang main mata
menyusupkan program-program yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan sifatnya
mubazir serta tidak bermanfaat. Hal ini tentu saja sangat mengecewakan dan
merusak kepercayaan rakyat yang telah diberikan kepada pemerintah dan juga
anggota DPRD.
Meskipun kondisinya
demikian, bagi Kepala Daerah yang sangat komitmen untuk mengedepankan pelayanan
publik, keterbukaan anggaran dan akuntabilitas tentu akan menemukan berbagai
cara mengatasi kasus-kasus dimaksud. Penerapan sistem e-budgeting dalam menyusun
anggaran sangat efektif untuk mengelola anggaran dan memonitor masalah
(Nuryanto; Koran Jakarta, 5 Maret 2015). Dengan adanya e-budgeting diharapkan
akan mampu mencegah bermacam-macam modus korupsi. Antara lain, penggelembungan
harga, manipulasi spesifikasi barang dan realisasi penggunaan anggaran yang
tidak benar.
2.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan makalah ini ialah; pertama,
menjelaskan tentang konsep pembangunan partisipatif dan perencanaan pembangunan
yang diterapkan di Indonesia dengan model desentralisasi pembangunan. Kedua, menggambarkan dan memberikan
analisa tentang e-budgeting sebagai instrumen bagi pemerintah dalam menjaga
transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah sehingga politik kepentingan
dapat diminimalisir. Ketiga, memberikan
rekomendasi penerapan e-budgeting dalam perencanaan pembangunan untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih.
3.
Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan
makalah ini ialah; pertama, manfaat
untuk memperkaya kajian komunikasi pembangunan tentang penerapan media baru
dalam pembangunan partisipatif. Kedua,
mendorong pemerintah daerah (khususnya) untuk menerapkan e-budgeting dalam
tahapan perencanaan pembangunan di daerah untuk menghindari politik kepentingan
yang merusak tatanan pembangunan yang transparan dan akuntabel.
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
1.
Konsep
Pembangunan Partisipatif
Pembangunan
partisipatif terdiri dari dua kata kunci utama yaitu; pembangunan dan
partisipasi. Maka untuk memakami konsep pembangunan partisipatif ini baiknya
kedua kata kunci ini dibahas satu persatu terlebih dahulu untuk mendapat
pemahaman yang komprehensif.
a.
Pembangunan
Pembangunan jika
mengacu pada tujuan akhirnya ialah terjadinya perubahan menuju pada tingkatan
yang lebih baik. Namun demikian terdapat beberapa definisi pembangunan menurut
para ahli sesuai dengan bidang masing-masing dan juga terkait dengan isu-isu
perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Rogers
(dalam Dilla, 2010:58) pembangunan merupakan sebagai suatu proses perubahan
sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat untuk kemajuan
sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan
kualitas lainnya yang dihargai) bagi mayoritas rakyat melalui kontrol yang
lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka. Definisi ini
menggambarkan bahwa pembangunan merupakan usaha dan keterlibatan semua
masyarakat dalam sebuah bangsa menuju pada perubahan sosial.
Siagian (dalam
Purnamasari, 2008:18) memberikan pengertian pembangunan sebagai suatu usaha
atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan
secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa (nation building).
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pembangunan adalah perubahan kualitas
kehidupan masyarakat dalam sebuah negara.
Dissaynake (dalam
Dilla, 2010:58) mendefinisikan pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas
masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan kultural tempat mereka berada dan
berusaha melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan
menjadikan mereka penentu dari tujuan mereka.
Dari tiga definisi
di atas, pembangunan dapat digambarkan sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas
hidup masyarakat dan bangsa dengan melibatkan semaksimal mungkin peran
masyarakat dalam merencanakannya sesuai dengan konteks sosial dan budaya dimana
mereka berada. Sehinga benar yang dinyatakan oleh Todaro (dalam Punamasari,
2008:19) bahwa nilai yang menjadi tujuan pembangunan ada 3 (tiga), yaitu; (1) Live
sustainance atau terpenuhinya kebutuhan dasar manusia berupa sandang,
pangan papan, kesehatan, dan perlindungan dari ancaman, (2) self esteem, kemampuan
untuk menjadi diri sendiri, (3) freedom for survitude, yaitu kemampuan
untuk memilih secara bebas.
b.
Parsitipasi
Partisipasi adalah
tingkat keterlibatan anggota sistim sosial dalam proses pengambilan keputusan.
Tingkat partisipasi anggota sistim sosial dalam pembuatan keputusan berhubungan
positif dengan kepuasan mereka terhadap keputusan inovasi kolektif (Harun dan
Elvinaro, 2011:249). Dalam pemahaman ini mengisyaratkan bahwa hasil dari sebuah
pembangunan awalnya dibangun karena keterlibatan semua unsur dalam masyarakat
dalam memberikan sarana dan pendapat sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan
yang terbaik.
Dalam kaitannya
dengan pembangunan, partisipasi merupakan keperansertaan semua anggota atau wakil-wakil
masyarakat untuk ikut membuat keputusan dalam proses perencanaan dan
pengelolaan pembangunan termasuk di dalamnya memutuskan tentang rencana-rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan, manfaat yang akan diperoleh, serta bagaimana
melaksanakan dan mengevaluasi hasil pelaksanaannya.
Jadi, partisipasi
masyarakat dalam pembangunan adalah bagaimana pemerintah dalam merencanakan
pembangunan melibatkan masyarakat secara maksimal karena masyarakatlah yang
lebih memahami keberadaan mereka dalam wilayahnya sendiri. Dengan demikian rasa
kepemilikan dan usaha maksimal dari masyarakat dalam pemperjuangkan pembangunan
dan upaya mereka dalam menjaganya akan lebih maksimal.
Menurut Juliantara
(dalam Purnamasari, 2008:31) substansi dari partisipasi adalah bekerjanya suatu
sistem pemerintahan dimana tidak ada kebijakan yang diambil tanpa adanya
persetujuan dari rakyat, sedangkan arah dasar yang akan dikembangkan adalah
proses pemberdayaan, lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan pengembangan
partisipasi adalah: Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat
secara mandiri (otonom) mengorganisasi diri, dan dengan demikian akan
memudahkan masyarakat menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak
berbagai kecenderungan yang merugikan. Kedua, suatu partisipasi tidak
hanya menjadi cermin konkrit peluang ekspresi aspirasi dan jalan
memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi menjadi
semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan masyarakat. Ketiga, bahwa
persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya
partisipasi masyarakat. (Juliantara, 2002: 89-90).
c.
Pembangunan
partisipatif
Jika memperhatikan
kedua konsep di atas maka dapat diambil garis besar bahwa pembangunan
partisipatif adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat secara maksimal
dalam pengambilan keputusan untuk menghasilkan hasil yang lebih maksimal dan
memuaskan sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat dalam wilayah
tertentu.
Pembangunan
partisipatif pada prinsipnya lebih kepada pendekatan pembangunan apa yang ingin
diterapkan dalam suatu masyarakat. Sebagaimana paradigma pembangunan yang telah
dibahas sebelumnya, maka pendekatan pembangunan yang diterapkan di Indonesia
saat ini adalah desentralisasi pembangunan. Pemerintah memberi kewenangan yang
sebesar-besarnya kepada daerah otonom untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Partisipasi yang dimaksud adalah menyelenggarakan dan mengatur pemerintahan di
daerah sesuai dengan aspirasi masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pembangunan
partisipatif merupakan pendekatan pembangunan dimana masyarakat melihat
lingkungan mereka dengan pendekatan multi sektoral (holistik). Pembangunan
didasarkan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta
melaksanakan pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi, selaras dan
sinergis sehingga tercapai optimalisasi (Adisasmita, 2006: 119).
2.
Perencanaan
Pembangunan
Perencanaan pada
dasarnya merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang
diinginkan secara tepat, terarah dan efisien sesuai dengan sumber daya yang
tersedia. Dengan demikian, secara umum perencanaan pembangunan adalah cara atau
teknik untuk mencapai tujuan pembangunan secara tepat, terarah dan efisien
sesuai dengan kondisi negara atau daerah yang bersangkutan.
Jika menurut para
ahli, terdapat banyak definisi tentang perencanaan pembangunan, diantaranya
ialah Arthur W. Lewis (dalam Sjafrizal, 2015:24) mengatakan bahwa perencanaan
pembangunan adalah suatu kumpulan kebijaksanaan dan program pembangunan untuk
merangsang masyarakat dan swasta untuk menggunakan sumber daya yang tersedia
secara lebih produktif. Menurut M.L. Jhingan (dalam Sjafrizal, 2015:25)
perencanaan pembangunan ialah pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan
sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dan
tujuan tertentudi dalam jangka waktu tertentu pula.
Definisi-definisi di
atas merupakan definisi umum yang berlaku secara global dimana sebuah bangsa
merencanakan pembangunan untuk mewujudkan tatanan perekonomian yang baik yaitu
kesejahteraan dan keadilan dalam jangka waktu tertentu. Artinya ialah bahwa
setiap bangsa atau negara mempunyai mekanisme perencanaan pembangunan
masing-masing sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi sosial budaya yang
berkembang dalam masyarakat.
Dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 mendefinisikan perencanaan pembangunan sebagai; Sistim
Perencanaan Pembangunan Nasional adalah suatu kesatuan tata-cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang,
jangka menengah dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara
dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Dari definisi ini terlihat dengan
jelas bahwa komponen utama dari perencanaan pembangunan pada dasarnya adalah:
i.
Merupakan usaha pemerintah secara terencana
dan sistematis untuk mengendalikan dan mengatur proses pembangunan,
ii.
Mencakup periode jangka panjang, menengah
dan tahunan,
iii.
Menyangkut dengan variabel-variabel yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan baik secara
langsung maupun tidak langsung, dan
iv.
Mempunyai sasaran pembangunan yang jelas
sesuai dengan keinginan masyarakat.
Dalam mendorong
proses pembangunan yang terpadu dan efisien, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 mengemukakan tujuan sasaran pokok perencanaan nasional, adalah:
i.
Mendukung kondisi antar pelaku pembangunan.
ii.
Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi,
dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu antar fungsi pemerintah
maupun antar pusat dan daerah.
iii.
Menjamin keterkaitan dan konsistensi antar
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
iv.
Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan.
v.
Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya
secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
3.
E-Budgeting
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dijelaskan 4
(empat) tahap dalam proses perencanaan pembangunan, yaitu:
a. Tahap
penyusunan rencana
Tahap awal kegiatan perencanaan ini
adalah menyusun naskah atau rancangan rencana pembangunan yang secara formal
yang menjadi tanggungjawab badan perencana, baik di pusat maupun di daerah dan
dapat dibantu oleh tenaga ahli tambahan dari instansi atau badan lainnya yang
terkait. Karena penyusunan rencana dilakukan dengan menggunakan pendekatan
partisipatif, maka sebelum naskah disusun, terlebih dahulu perlu dilakukan
penjaringan aspirasi dan keinginan masyarakat tentang visi dan misi serta arah
pembangunan.
b. Tahap
penetapan rencana
Rancangan rencana pembangunan yang
telah selesai baru akan berlaku secara resmi bila telah mendapat pengesahan
dari pihak yang berwenang. Sesuai ketentuan yang berlaku, salah satu pihak yang
perlu mendapat pengesahan yaitu DPRD. Biasanya penetapan rencana melalui DPRD
seringkali memerlukan proses yang cukup lama karena dilakukan pembahasan
kembali oleh pihak dewan.
c. Tahap
pengendalian pelaksanaan rencana
Pada tahapan ini sasaran utamanya
adalah mematikan agar pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan.
d. Tahap
evaluasi keberhasilan pelaksanaan rencana
Pada tahapan akhir ini badan perencana
melakukan evaluasi kinerja dari pembanguna yang telah dilakukan. Evaluasi
setidaknya dilakukan pada tiga unsur yaitu: unsur masukan (input) terutama dana, keluaran (output)
dan hasil (outcome).
Pada tahapan perencanaan ini baik pada tahapan pertama
maupun tahapan kedua, selain perencanaan berupa isu strategis, perumusan
strategi dan kebijakan, perumusan program dan kegiatan serta penetapan
indikator kinerja program dan kegiatan juga di dalamnya termasuk penyunan
dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafond Anggaran Sementara
(PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran. Tiga hal ini juga merupakan tahapan proses
yang harus ditempuh dan dibahas dengan berbagai pihak, termasuk di antaranya
ialah antaran Pemerintah Daerah dengan DPRD (diadopsi dari proses perencanaan
dan penggangaran dalam UU No. 25 tahun 2004).
Untuk mencapai performance
anggaran yang baik, terarah, efektif dan efisien maka dalam tahapan proses
penyusunan anggaran ini didorong untuk menggunakan proses penganggaran berbasis
elektronik. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
serta menghindari keterlambatan penyusunan anggaran dan menghindari program,
kegiatan dan anggaran diluar dari yang disusun dalam dokumen awal. Maka
muncullah apa yang disebut dengan mekanisme ebudgeting pada penyusunan anggaran
daerah.
Ada banyak definisi tentang ebudgeting baik dilihat dari
pandangan para praktisi anggaran maupun pandangan para praktisi dunia
elektronik. Konsep ebudgeting merupakan pengembangan konsep budgeting, salah
satu financial tools di dalam
mengelola suatu perusahaan maupun pemerintah. Ebudgeting adalah aplikasi
teknologi informasi atau perangkat lunak untuk mendukung siklus, mulai dari
perencanaan, pembuatan program, sapia dengan kendali dan evaluasi.
Pemerintah daerah yang sudah sangat masif menerapkan
ebudgeting adalah Pemerintah Kota (Pemko)
Surabaya. Menurut Pemko Surabaya sistim ebudgeting adalah sistim
penyusunan anggaran di lingkungan Pemerintahan Kota Surabaya secara online. Dalam sistem ini untuk membuat
sebuah anggaran, dibutuhkan komponen-komponen penyusun yang mana
komponen-komponen penyusun tersebut merupakan hasil dari survey di lapangan.
Komponen penyusun terdiri dari tiga jenis pengelompokan, yaitu : Standar Harga
Satuan Dasar (SHSD), Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK), Standar Analisa
Belanja (SAB). Sistem ini dibuat secara online agar dapat diakses oleh dinas
dimanapun lokasinya dan juga dapat diakses pada saat pembahasan dengan dewan.
Fitur-fitur yang terdapat dalam sistim Surabaya
ebudgeting adalah:
Pembuatan
komponen-komponen penyusun,
Pembuatan
program,
Pengiriman
rincian anggaran,
Evaluasi
anggaran,
Daftar
harga dan daftar penyusun komponen,
Rekap
anggaran,
History
rincian anggaran, dan
Setting
kode rekening komponen penyusun anggaran.
Adapun manfaat ebudgeting adalah:
Kontrol akan lebih mudah dilakukan. Hanya
mereka yang berhak yang dapat mengakses dan mengubah anggaran. Karenanya, pelacakan
siapa mengisi apa seharusnya juga dapat dilakukan dengan mudah.
Kontrol dapat dilakukan sejak tahap perencanaan. Jadi, ebudgeting
dibuat untuk dapat menolak usulan yang dianggap tidak relevan.
Transparansi anggaran dapat ditingkatkan.
Kontrol realisasi anggaran akan menjadi lebih mudah dilakukan.
Capaian pelaksanaan program dan keterserapan anggaran bahkan dapat diketahui
secara langsung ketika sudah dilaporkan ke sistem. Dengan demikian, pemerintah
menjadi lebih akuntabel, karena setiap rupiah pengeluaran dapat dilacak dengan
mudah.
Penggunaan sistim Surabaya eBudgeting dibagi menjadi 6
(enam) tahapan atau 6 (enam) level alur ebudgeting:
1. Satuan
kerja (Dinas)
Merupakan satuan kerja di lingkungan
pemerintah kota Surabaya yang mendapatkan anggaran dari APBD.
Berhak mengajukan usulan harga SHSD.
Mengisi Rincian Kegiatan sesuai dengan
anggaran yang diberikan.
Setiap satuan kerja memiliki beberapa login
berdasarkan bidang yang terdapat dalam dinas tersebut.
2. Tim
Peneliti
Merupakan sekelompok orang dari
beberapa satuan kerja yang ditunjuk untuk memonitoring anggaran dari
satuan-satuan kerja agar anggaran tersebut sesuai dengan limit yang ditentukan.
Berhak untuk mengunci kegiatan yang sudah
sesuai.
Merasionalisasikan dan menyesuaikan
komponen.
Mengedit RKA.
3. Tim
Data
Merupakan sekelompok orang yang
ditunjuk untuk melakukan survey dan kemudian membuat komponen penyusun dan
menentukan apakah komponen tersebut tidak kena pajak atau kena pajak.
Berhak untuk memasukkan komponen ke dalam
e-budgeting.
Berhak untuk merubah harga komponen yang
sudah ada dalam ebudgeting.
Berhak mengunci komponen agar tidak dapat
dipilih dalam menyusun RKA.
Berhak menghapus komponen yang sudah
terdapat dalam ebudgeting.
4. Bappeko
Merupakan salah satu satuan kerja di
pemerintah kota Surabaya yang ditunjuk untuk menentukan program dan bidang
suatu anggaran dalam tiap satuan kerja, tujuannya agar dapat dilihat secara
langsung nilai per program.
Berhak membuat kegiatan dan sub kegiatan
untuk satuan-satuan kerja sebelum dilakukan penganggaran.
5. DPRD
(Legislatif)
Dapat melihat usulan dan perencanaan
anggaran dari satuan kerja.
6. Administrator
Merupakan
user yang dapat melakukan managemen user,database dan dapat mengakases semua
hak user lainnya, seperti :
Mengunci dan membuka akses user.
Mengunci kegiatan yang diusulkan satuan
kerja.
Untuk mewujudkan satu sistim ebudgeting maka perlu
memperhatikan 3 (tiga) faktor penting, yaitu:
1. People
Pengelolaan sumber daya manusia (SDM)
yang terdiri dari; operator komputer, analisis Data/DSS, Administrator, dan
lain-lain.
2. Process
Proses ini merupakan sistim informasi
berupa; ebudgeting yang terintegrasi dengan sitim lainnya eprocurement,
esourcing, edelivery, eperformance, eproject planning, aset, dan lain-lain.
3. Technology
Teknologi terkait dengan infrastruktur
berupa; koneksi jaringan, situasi ruangan yang memadai, data center, komputer,
dan lain-lain.
BAB
III
PEMBAHASAN
1.
Peran
eBudgeting dalam Mengawal Aspirasi Masyarakat
Pembangunan adalah sekumpulan
aspirasi masyarakat yang diolah dan dianalisis sesuai dengan kebutuhan suatu
daerah untuk dilaksanakan guna tercapainya perubahan sosial dan ekonomi ke arah
yang lebih baik. Dalam pendekatan pembangunan partispatori aspirasi masyarakat
merupakan faktor penting agar perencanaan yang dilakukan memberikan
alternatif-alternatif pilihan model pembangunan yang lebih tepat untuk
diterapkan dalam masyarakat.
Sebagaimana tujuan
dari perencanaan adalah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan sehingga tercapai penggunaan sumber daya yang efektif,
efisien dan adil, namun ada saja banyak rintangan dan tantangan yang muncul di
perjalanan pada saat proses penyusunan rencana kerja dan anggaran di
pemerintahan. Ada banyak faktor yang membuat aspirasi masyarakat yang
semestinya ditampung dalam rencana kerja dan anggaran tetapi seiring waktu
berjalan dalam tahapan perencanaan beberapa dan/atau hampir semua aspirasi dari
masyarakat hilang ditengah jalan.
Kelemahan teknis
penyusunan anggaran bisa jadi faktor penyebab gagalnya perencanaan. Kekurangan
tenaga perencana di daerah (planners)
di daerah baik secara kuantitas maupun kualitas membuat hasil perencanaan jauh
dari yang diharapkan. Hal ini berdampak juga pada hasil perencanaan yang kualitasnya
rendah (Sjafrial, 2015:142). Sementara beban kerja atau volume anggaran yang
dikerjakan sangat besar, akibatnya kontrol dalam tahapan perencanaan sendiri
menjadi sangat lemah dan rawan manipulasi. Akibatnya upaya daerah untuk
mendorong proses pembanguna yang berkualitas masih belum dapat dilakukan dengan
optimal.
Faktor selanjutnya
yang membuat perencanaan bisa gagal ialah kurang terpadunya perencanaan dan
penganggaran. Hal ini terjadi akibat tidak konsistennya sebuah perencanaan awal
dengan dokumen akhir yang dihasilkan ketika telah disandingkan dengan
anggarannya (Sjafrial, 2015:144). Kelemahan inilah yang sering menimbulkan ada
celah bagi oknum pemerintah dan juga oknum dari DPRD yang cenderung manipulatif
dengan memasukkan kegiatan di luar perencanaan dengan jumlah anggaran yang
sudah di mark up dan tidak sesuai
dengan stadar harga baku yang diberlakukan.
Tidak dapat
disangkal lagi bahwa kebiasaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) juga menjadi
faktor penyebab gagalnya perencanaan pembangunan. Dampak negatif yang muncul
dalam perencanaan daerah yaitu berubahnya pelaksanaan program dan kegiatan
akibat para pengambil keputusan yaitu mereka-mereka yang punya kewenangan
melakukan perubahan menerima suap dari pihak yang berkepentingan (Sjafrial, 2015:149).
Dan lebih tragis lagi ialah bila KKN tersebut dilakukan dalam bentuk
pelaksanaan program dan proyek fiktif, pekerjaan sama sekali tidak kerjakan
tetapi uang sudah diambil dengan rekayasa admnistrasi.
Maka untuk inilah
ebudgeting mencoba masuk merubah beberapa kelemahan yang ada dalam perencanaan.
a.
Peran
eBudgeting
Mengacu pada Stadar
Operasional Prosedur (SOP) sistim ebudgeting di Pemerintah Kota Surabaya, maka
ada beberapa tahapan yang harus dilalui sehingga kelemahan, kekuarangan,
kecurangan dan manipulasi perencanaan anggaran dapat dimnimalisir, yaitu;
1) Penyusunan
Standar Satuan Harga (SSH), Harga Satuan Pokok Kegitan (HSPK) dan Analisa
Standar Belanja (ASB).
Kegiatan ini meliputi tahapan survei
harga yang berlaku di pasar kemudian melakukan analisa untuk itu dan ditetapkan
sebagai keputusan Walikota Surabaya.
2) Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
Pada
tahapan ini bagian Bina Program menyiapkan aplikasi ebudgeting termasuk
komponen SSH lalu diedarkan kepada SKPD untuk memulai penyusunan RKA. Pada
tahapan penyusunan ini Penyelia sebagai pendamping SKPD secara paralel
melakukan pengecekan kesesuaian isi RKA yang telah dientrikan oleh SKPD dengan
ketentuan – ketentuan yang harus dipenuhi, dan memberikan masukan, saran kepada
SKPD jika menemukan sesuatu yang tidak sesuai agar dilakukan pembetulan, sejak
SKPD mengentrikan RKA sampai dengan 2
(dua) minggu setelahnya. Raperda APBD yang telah disusun,
disampaikan oleh PPKD kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan bersama. Dan
sampai dengan proses pembahasan di DPRD, penyelia ikut mendampingi SKPD dalam
mempertanggungjawabkan isian RKA.
3) Revisi/Pergeseran
APBD
Revisi atau pergeseran APBD hanya
terjadi apabila ada perubahan aturan baik dari pusat maupund aerah pemerintah
daerah, ada kesalahan rekening, usulan perubahan dari SKPD. Revisi hanya boleh dilakukan selama tidak
ada perubahan antara belanja dan total belanja.
4) Penyusunan
Perubahan Anggaran Kegiatan (PAK)
Perubahan ini hanya bisa dilakukan jika
ada perubahan aturan atau evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam alur
pelaksanaan ebudgeting di atas, beberapa poin penting yang perlu diperhatikan
ialah:
ü Bahwa
semua penetapan harga harus lewat analisa di lapangan.
ü Semua
tahapan harus melewati ebudgeting.
ü Perubahan
hanya bisa terjadi atas persetujuan bersama.
ü Dewan
hanya bisa melihat usulan perencanaan anggaran melalui ebudgeting dari SKPD dan
hanya dapat melakukan perubahan melalui tahapan pembahasan anggaran di DPRD.
ü Usulan
revisi atau pergeseran hanya dilakukan pada tataran normatif dan tidak dapat
merubah total anggaran maupun perubahan total program dan kegiatan.
Sistim yang sudah
diberlakukan di Pemerintah Kota Surabaya ini untuk sementara hingga saat ini
sangat efektif untuk menjaga program dan kegiatan dari pengalihan ke
program-program fiktif dan anggaran yang di
mark up.
b.
Integrasi
dengan sistim elektronik lain
Keberbasilan pelaksanaan sistim ebudgeting di Kota
Surabaya ialah karena komimen pemimpin daerah (walikota) untuk mempercepat
proses penganggaran, mengurangi kebocoran anggaran APBD, mempercepat proses
penyusunan RKA SKPD dan secara teknis dalam upaya mewujudkan pengurangan
penggunaan kertas.
Sementara itu faktor-faktor penghambat pelaksanaan
sistim ebudgeting adalah perlu waktu yang cukup lama untuk mengubah mindset para pegawai untuk membangun dan
menjalankan ebudgeting, adanya resistensi dari beberapa SKPD dan juga lembaga
legislatif, ketergantungan terhadap internet, keterbatasan sumber daya manusia
untuk mengoperasikan aplikasi ebudgeting dan masih banyak SKPD yang belum
memahami penggunaan aplikasi ebudgeting.
Penerapan ebudgeting pada prinsipnya merupakan wujud
dari penerapan eGoverment dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia. Oleh
karena itu, dalam upaya mencegah bermacam-macam penyelewengan atau berbagai modus
korupsi yang sudah dimulai dari perencanaan dan dilanjutkan pada saat
pelaksanaan pembangunan, maka sistim ebudgeting ini harus terintegrasi dengan
sistim elektronik lainnya seperti eprocurement, esourcing, edelivery,
eperformance, eproject planning, aset, dan lain-lain.
2.
Peran
Pemimpin
Perencanaan
pembangunan yang baik yang mengedepankan aspirasi dan kepentingan masyarakat
daripada kepentingan politik kelompk tertentu hanya tercapai bila ada komitmen
dari pemimpin di daerah. Nugroho (2015;239) mengatakan bahwa seorang pemimpin
harus memiliki empat kapasitas utama; (1). Pikiran yang baik dan jelas. (2).
Tahu tujuannya kemana. (3). Gagasan cerdas. dan (4). Menguasai sumber daya
kebijakan.
Mewujudkan penerapan
ebudgeting di suatu daerah tercapai apabila:
Ada komitmen pemimpin daerah dan semua
jajaran pemerintah daerah (SKPD) serta legislatif untuk mewujudkan mekanisme
perencanaan pembangunan yang baik dan bersih.
Adanya kerjasama pemerintah daerah dengan stakeholders
yang bergerak dalam pengembangan sistim penganggaran berbasis online.
Komitmen untuk menyediakan infrastruktur
seperti hardware (server) yang memadai.
Menyusun SOP sistim penganggaran berbasis
online. Dan
Mempersiapkan sumber daya manusia yang
terlatih.
3.
Rekomendasi
Sistim perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi
anggaran merupakan satu mekanisme yang sangat strategis dalam pembangunan. Oleh
karena itu untuk mencapai hasil pembangunan yang optimal maka semua tahapan ini
harus dijaga agar bebas dari hal-hal yang tidak mengedepankan kepentingan
masyarakat namun hanya mementingkan kepentingan politik tertentu saja.
Mengingat saat ini perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mampu
memberi solusi untuk membantu berbagai kelemahan dan kekuarangan serat kecerobohan
yang dilakukan oleh manusia, maka kepada Pemerintah (Daerah) untuk membuat Blue
Print Sistim Informasi dan Komunikasi di daerah yang merupakan integrasi semua
sistim pelayanan bebasis online untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Dalam upaya mengawal
anggaran yang bersih, terarah, efektif dan efisien sehingga kinerja perencanaan
pembangunan lebih tepat sasaran butuh usaha-usaha yang tidak sekedar
biasa-biasa saja. Dewasa ini ada saja banyak cara yang bisa dilakukan oleh
berbagai oknum yang tidak bertanggungjawab yang menomorduakan kepentingan dan
aspirasi masyarakat hanya untuk kepentingan segelintir orang dan kelompok
tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan usaha ekstra, inovasi dan kreatifitas dari
pemerintah (pusat dan daerah). Oleh karena itu, saat ini sebagaimana juga sudah
banyak diamatkan dalam banyak peraturan perundang-undangan tentang penerapan
eGoverment dimana salah satu jenisnya adalah sistim eBudgeting. Pemerintah
didorong untuk mengembangkan dan menerapkan sistim ini baik dipusat maupun di
daerah.
Disamping itu, yang
tidak kalah pentingnya adalah komitmen dari pemimpin daerah. Hanya dengan
komitmen untuk menjaga pemerintahan yang bersih penerapan sisitim ebudgeting
ini bisa berjalan dengan baik. Komitmen untuk sama sekali tidak ada lagi
usul-usul diluar perencanaan dan pembahasan resmi dari pihak manapun baik
eksekutif maupun legislatif. Dan juga komitmen untuk menempatkan orang-orang
yang bersih dan berintegritas sebagai operator yang memegang administrasi e
budgeting.
2.
Saran
Penerapan ebudgeting
adalah bagian dari penerapan eGovernment pada pemerintah (pusat dan daerah)
agar terwujudnya pemerintahan yang transparan, partisipatif, efektif, efisien
dan akuntabel. Oleh karena itu, mengingat penerapan ebudgeting sangat penting
dalam mendukung tata kelola pemerintahan yang baik maka, kiranya pemerintah
pusat membuat satu sistim atau aplikasi yang bisa digunakan secara serentak
diseluruh Indonesia. Karena dengan demikian, pemerintah daerah yang masih belum
ada gagasan penerapan ebudgeting dapat juga tergerak untuk menerapkannya.
Pemerintahan
didaerah juga harus aktif untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu
dalam bidang teknologi dan informasi serta mempersiapkan infastruktur yang
dibutuhkan untuk itu. Dukungn dari berbagai pihak juga sangat dibutuhkan terutama
para praktisi sistim informatika dan dukungan dari lembaga-lembaga pendidikan
tinggi dan penelitian untuk mendukung usaha-usaha pemerintah daerah dalam
menerapkan ebudgeting.
Daftar
Pustaka
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dilla, Sumadi. 2010. Komunikasi
Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Bandung: Sembiosa Rekatama Media.
Harun, Rochajat dan Elvinaro Ardianto. 2011. Komunikasi Pembangunan dan Perubahan
Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Nugroho, Riant. 2015. Policy Making: Mengubah Negara Biasa Menjadi Negara Berprestasi.
Jakarta: Alex Media Komputindo
Nuryanto, Hemat Dwi. E-budgetting
Minimalkan Siluman (Opini). Koran Jakarta, 5 Maret 2015.
Purnamasari, Irma. 2008. Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan di Kecamatan
Cibadak Kabupaten Sukabumi. Semarang: Tesis Pascasarjana Universitas
Diponegoro.
Sjafrizal. 2015. Perencanaan
Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi. Jakarta: Rajawali Pers.
Wahid, Fathul. 2015. eBudgeting
(Kolom Analisis). Harian Kedaulatan Rakyat, 6 Maret 2015.
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Website
bagus banget kak untuk dibca
ReplyDeleteberita rusia
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
ReplyDeleteNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut