Paradigma dan Perspektif*

Image
Oleh: Fikar Damai Setia Gea A.     Pengertian Paradigma Secara etimologis kata Paradigma bermula pada sejak abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari Bahasa Latin pada tahun 1943 yaitu paradigma   yang berarti suatu model atau pola. Sementara dalam Bahasa Yunani berasal dari kata paradeigma (para+deignunai) yang berarti untuk “membandingkan”, “bersebelahan” (para) dan “memperlihatkan” (deik). Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama khususnya dalam disiplin ilmu pengetahuan. Beberapa pengertian paradigma menurut pada ahli adalah sebagai berikut: Pengertian paradigma menurut Patton (1975) : “A world view, a general perspective, a way of   breaking down of the complexity of the real world” (suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata) . Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs (197

E-BUDGETING: MENGAWAL ASPIRASI MASYARAKAT DARI POLITIK KEPENTINGAN*

Oleh: Fikar Damai Setia Gea**


BAB I
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004), paradigma perencanaan pembangunan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat signifikan dan kedudukan perencanaan pembangunan daerah di Indonesia menjadi semakin kuat. Perubahan yang signifikan dalam penyusunan dokumen perencaan daerah di Indonesia pasca SPPN 2004 (Sjafrizal, 2015:3) adalah: pertama, menyangkut jenis dokumen pembangunan daerah yang harus dibuat oleh masing-masing sesuai dengan perkembangan demokratisasi dan otonomi dalam sitim pemerintahan daerah. Kedua, sesuai denga perubahan jenis dokumen, maka teknis penyusunan rencana juga mengalami perubahan yang cukup mendasar. Ketiga, tahapan penyusunan rencana juga mengalami perubahan untuk dapat menerapkan sistim perencanaan partisipatif (participatory planning) guna meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat dalam penyusunan rencana pembangunan.
Paradigma lama perencanaan pembangunan ialah perencanaan pembangunan yang bersifat top down yaitu dengan membuat daftar usulan kegiatan sebanyak-banyaknya, seindah-indahnya dan tidak terbatas (Purnamasari, 2008:3). Semua dokumen perencanaan hingga penentuan anggaran berasal dari pusat. Walaupun setiap tahun ada yang disebut dengan Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) namun itu hanyalah acara seremonial belaka, karena pemerintah pusat sesungguhnya sudah menetapkan rencana pembangunan untuk suatu daerah tertentu. Partisipasi yang didengungkan dalam proses Rakorbang hanyalah omong kosong belaka dan masyarakat dijadikan pelengkap penderita dalam nuansa simbolisme.
Tentu saja paradigma lama ini sangat banyak ditentang oleh masyarakat dan juga para praktisi pembangunan yang langsung turun ke lapangan. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa bagaimana pemerintah yang paling atas mengetahui kebutuhan masyarakat pada level yang paling bawah dengan banyaknya tahapan birokrasi, luasnya wilayah dan kemajukan budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk tercapainya keberhasilan pembangunan masyarakat di daerah (mulai dari desa) maka segala program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan di wilayah mereka sendiri. Mereka pulalah yang akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka. Maka dari situlah muncul konsep pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development), yang terintegrasi dengan paradigma sosial budaya sebagai keseluruhan proses pembangunan masyarakat (Dilla, 2010:105).
Mengapa keterlibatan masyarakat sangat penting dalam pembangunan? Conyers (dalam Purnamasari, 2008:2) mengemukakan 3 (tiga) alasan utama mengapa partisipasi masyarakat begitu penting dalam perencanaan, yaitu:
1.     Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat.
2.     Masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila mereka dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program kegiatan tersebut.
3.     Mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan.
Konsep pembangunan partisipatoris atau pembangunan yang berpusat pada rakyat ini pun langsung mendapat posisi yang sangat strategis dalam perencanaan pembangunan di Indonesia. Sejak diterapkannya sistim otonomi daerah tahun 2001 dan terbitnya undang-undang SPPN tahun 2004 merubah total mekanisme perencanaan pembangunan menjadi kewenangan daerah (desentralisasi pembangunan). Peranan perencanaan pembangunan daerah menjadi semakin penting dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah di Indonesia dan sekaligus juga dalam meningkatkan kontribusi daerah terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan.
Akan tetapi, dalam perjalanannya perencanaan pembangunan tentu saja tidak berjalan dengan mulus. Muncul berbagai macam permasalahan-permasalahan pokok dalam perencanaan. Permasalahan ini muncul baik dalam tahapan perencanaan maupun dalam tahapan pelaksanaan. Permasalahan yang paling mencolok dan cukup menyita perhatian publik akhir-akhir ini ialah tentang politik kepentingan dalam perencanaan pembangunan. Kejadian-kejadian seperti ini sering terjadi ketika tahapan perencanaan sudah memasuki tahapan penganggaran. Faktor internal yang bersumber dari eksekutif sendiri ialah dimana masing-masing dinas dan instansi cenderung mengedepankan ego sektoral, merasa hanya tugas dan fungsinyalah yang paling penting dalam kegiatan pembangunan.
Disamping itu, perencanaan pembangunan tentu saja tidak hanya direncanakan dua pihak saja antara pemerintah daerah (eksekutif) dengan masyarakat. Dalam perencanaan juga ada peran dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legisatif yang memiliki fungsi legislasi (legislation), pengawasan (controlling) dan penganggaran (budgetting). Pada prinsipnya tahapan perencanaan dilakukan secara terbuka melalui mekanisme resmi, antara lain; Musrenbang Desa, Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, Musrenbang Daerah, Musrenang Provinsi dan Musrenbang Nasional. Bahkan dalam semua tahapan itu diberi ruang yang sangat luas kepada setiap anggota DPRD untuk memberikan Pokok-Pokok Pikiran DPRD sebelum sebuah perencanaan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (diadopsi dari proses perencanaan dan penggangaran dalam UU No. 25 tahun 2004).
Namun apa yang terjadi ketika sebuah anggaran sudah ditetapkan ialah munculnya berbagai macam program yang tidak pernah direncanakan sebelumnya dan juga dengan anggaran yang jumlahnya fantastis. Tentu saja jika kita merunut semua proses perencanaan yang terjadi tentu saja setiap program dan kegiatan dalam rencana kerja dan anggaran pasti sudah melewati tahapan perencanaan dan evaluasi. Tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa realita di lapangan ialah bahwa sering terjadi ‘main mata’ antara oknum dari SKPD dengan oknum anggota DPRD. Ada banyak alasan hal ini bisa terjadi, mungkin untuk mengamankan posisi pejabat-pejabat tertentu, mungkin untuk memuluskan lobi dan negosiasi anggaran di DPRD atau mungkin memang sudah merencanakan sebuah misi tertentu yang ujung-ujung adalah tindakan koruptif.
Misalkan saja kasus anggaran siluman yang diungkap oleh Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) pada APBD DKI Jakarta tahun 2015. Tidak tanggung-tanggung dengan Provinsi sebesar DKI Jakarta maka potensi mark up dan manipulasi anggaran bisa mencapai Rp. 12,1 Trilyun. Notabene manipulasi anggaran siluman ini terjadi karena ada oknum dari pemerintah dan anggota DPRD yang main mata menyusupkan program-program yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan sifatnya mubazir serta tidak bermanfaat. Hal ini tentu saja sangat mengecewakan dan merusak kepercayaan rakyat yang telah diberikan kepada pemerintah dan juga anggota DPRD.
Meskipun kondisinya demikian, bagi Kepala Daerah yang sangat komitmen untuk mengedepankan pelayanan publik, keterbukaan anggaran dan akuntabilitas tentu akan menemukan berbagai cara mengatasi kasus-kasus dimaksud. Penerapan sistem e-budgeting dalam menyusun anggaran sangat efektif untuk mengelola anggaran dan memonitor masalah (Nuryanto; Koran Jakarta, 5 Maret 2015). Dengan adanya e-budgeting diharapkan akan mampu mencegah bermacam-macam modus korupsi. Antara lain, penggelembungan harga, manipulasi spesifikasi barang dan realisasi penggunaan anggaran yang tidak benar.

2.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah; pertama, menjelaskan tentang konsep pembangunan partisipatif dan perencanaan pembangunan yang diterapkan di Indonesia dengan model desentralisasi pembangunan. Kedua, menggambarkan dan memberikan analisa tentang e-budgeting sebagai instrumen bagi pemerintah dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah sehingga politik kepentingan dapat diminimalisir. Ketiga, memberikan rekomendasi penerapan e-budgeting dalam perencanaan pembangunan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.

3.     Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini ialah; pertama, manfaat untuk memperkaya kajian komunikasi pembangunan tentang penerapan media baru dalam pembangunan partisipatif. Kedua, mendorong pemerintah daerah (khususnya) untuk menerapkan e-budgeting dalam tahapan perencanaan pembangunan di daerah untuk menghindari politik kepentingan yang merusak tatanan pembangunan yang transparan dan akuntabel.


BAB II
TINJAUAN TEORETIS

1.     Konsep Pembangunan Partisipatif
Pembangunan partisipatif terdiri dari dua kata kunci utama yaitu; pembangunan dan partisipasi. Maka untuk memakami konsep pembangunan partisipatif ini baiknya kedua kata kunci ini dibahas satu persatu terlebih dahulu untuk mendapat pemahaman yang komprehensif.
a.   Pembangunan
Pembangunan jika mengacu pada tujuan akhirnya ialah terjadinya perubahan menuju pada tingkatan yang lebih baik. Namun demikian terdapat beberapa definisi pembangunan menurut para ahli sesuai dengan bidang masing-masing dan juga terkait dengan isu-isu perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Rogers (dalam Dilla, 2010:58) pembangunan merupakan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) bagi mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka. Definisi ini menggambarkan bahwa pembangunan merupakan usaha dan keterlibatan semua masyarakat dalam sebuah bangsa menuju pada perubahan sosial.
Siagian (dalam Purnamasari, 2008:18) memberikan pengertian pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pembangunan adalah perubahan kualitas kehidupan masyarakat dalam sebuah negara.
Dissaynake (dalam Dilla, 2010:58) mendefinisikan pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan kultural tempat mereka berada dan berusaha melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan mereka penentu dari tujuan mereka.
Dari tiga definisi di atas, pembangunan dapat digambarkan sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan bangsa dengan melibatkan semaksimal mungkin peran masyarakat dalam merencanakannya sesuai dengan konteks sosial dan budaya dimana mereka berada. Sehinga benar yang dinyatakan oleh Todaro (dalam Punamasari, 2008:19) bahwa nilai yang menjadi tujuan pembangunan ada 3 (tiga), yaitu; (1) Live sustainance atau terpenuhinya kebutuhan dasar manusia berupa sandang, pangan papan, kesehatan, dan perlindungan dari ancaman, (2) self esteem, kemampuan untuk menjadi diri sendiri, (3) freedom for survitude, yaitu kemampuan untuk memilih secara bebas.
b.   Parsitipasi
Partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota sistim sosial dalam proses pengambilan keputusan. Tingkat partisipasi anggota sistim sosial dalam pembuatan keputusan berhubungan positif dengan kepuasan mereka terhadap keputusan inovasi kolektif (Harun dan Elvinaro, 2011:249). Dalam pemahaman ini mengisyaratkan bahwa hasil dari sebuah pembangunan awalnya dibangun karena keterlibatan semua unsur dalam masyarakat dalam memberikan sarana dan pendapat sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan yang terbaik.
Dalam kaitannya dengan pembangunan, partisipasi merupakan keperansertaan semua anggota atau wakil-wakil masyarakat untuk ikut membuat keputusan dalam proses perencanaan dan pengelolaan pembangunan termasuk di dalamnya memutuskan tentang rencana-rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, manfaat yang akan diperoleh, serta bagaimana melaksanakan dan mengevaluasi hasil pelaksanaannya.
Jadi, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah bagaimana pemerintah dalam merencanakan pembangunan melibatkan masyarakat secara maksimal karena masyarakatlah yang lebih memahami keberadaan mereka dalam wilayahnya sendiri. Dengan demikian rasa kepemilikan dan usaha maksimal dari masyarakat dalam pemperjuangkan pembangunan dan upaya mereka dalam menjaganya akan lebih maksimal.

Menurut Juliantara (dalam Purnamasari, 2008:31) substansi dari partisipasi adalah bekerjanya suatu sistem pemerintahan dimana tidak ada kebijakan yang diambil tanpa adanya persetujuan dari rakyat, sedangkan arah dasar yang akan dikembangkan adalah proses pemberdayaan, lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan pengembangan partisipasi adalah: Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat secara mandiri (otonom) mengorganisasi diri, dan dengan demikian akan memudahkan masyarakat menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak berbagai kecenderungan yang merugikan. Kedua, suatu partisipasi tidak hanya menjadi cermin konkrit peluang ekspresi aspirasi dan jalan memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan masyarakat. Ketiga, bahwa persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat. (Juliantara, 2002: 89-90).
c.    Pembangunan partisipatif
Jika memperhatikan kedua konsep di atas maka dapat diambil garis besar bahwa pembangunan partisipatif adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat secara maksimal dalam pengambilan keputusan untuk menghasilkan hasil yang lebih maksimal dan memuaskan sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat dalam wilayah tertentu.
Pembangunan partisipatif pada prinsipnya lebih kepada pendekatan pembangunan apa yang ingin diterapkan dalam suatu masyarakat. Sebagaimana paradigma pembangunan yang telah dibahas sebelumnya, maka pendekatan pembangunan yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah desentralisasi pembangunan. Pemerintah memberi kewenangan yang sebesar-besarnya kepada daerah otonom untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Partisipasi yang dimaksud adalah menyelenggarakan dan mengatur pemerintahan di daerah sesuai dengan aspirasi masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembangunan partisipatif merupakan pendekatan pembangunan dimana masyarakat melihat lingkungan mereka dengan pendekatan multi sektoral (holistik). Pembangunan didasarkan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi, selaras dan sinergis sehingga tercapai optimalisasi (Adisasmita, 2006: 119).

2.     Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pada dasarnya merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Dengan demikian, secara umum perencanaan pembangunan adalah cara atau teknik untuk mencapai tujuan pembangunan secara tepat, terarah dan efisien sesuai dengan kondisi negara atau daerah yang bersangkutan.
Jika menurut para ahli, terdapat banyak definisi tentang perencanaan pembangunan, diantaranya ialah Arthur W. Lewis (dalam Sjafrizal, 2015:24) mengatakan bahwa perencanaan pembangunan adalah suatu kumpulan kebijaksanaan dan program pembangunan untuk merangsang masyarakat dan swasta untuk menggunakan sumber daya yang tersedia secara lebih produktif. Menurut M.L. Jhingan (dalam Sjafrizal, 2015:25) perencanaan pembangunan ialah pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentudi dalam jangka waktu tertentu pula.
Definisi-definisi di atas merupakan definisi umum yang berlaku secara global dimana sebuah bangsa merencanakan pembangunan untuk mewujudkan tatanan perekonomian yang baik yaitu kesejahteraan dan keadilan dalam jangka waktu tertentu. Artinya ialah bahwa setiap bangsa atau negara mempunyai mekanisme perencanaan pembangunan masing-masing sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi sosial budaya yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mendefinisikan perencanaan pembangunan sebagai; Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional adalah suatu kesatuan tata-cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Dari definisi ini terlihat dengan jelas bahwa komponen utama dari perencanaan pembangunan pada dasarnya adalah:
               i.        Merupakan usaha pemerintah secara terencana dan sistematis untuk mengendalikan dan mengatur proses pembangunan,
             ii.        Mencakup periode jangka panjang, menengah dan tahunan,
            iii.        Menyangkut dengan variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan
            iv.        Mempunyai sasaran pembangunan yang jelas sesuai dengan keinginan masyarakat.
Dalam mendorong proses pembangunan yang terpadu dan efisien, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mengemukakan tujuan sasaran pokok perencanaan nasional, adalah:
               i.        Mendukung kondisi antar pelaku pembangunan.
             ii.        Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan daerah.
            iii.        Menjamin keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
            iv.        Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
             v.        Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

3.     E-Budgeting
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dijelaskan 4 (empat) tahap dalam proses perencanaan pembangunan, yaitu:
a.    Tahap penyusunan rencana
Tahap awal kegiatan perencanaan ini adalah menyusun naskah atau rancangan rencana pembangunan yang secara formal yang menjadi tanggungjawab badan perencana, baik di pusat maupun di daerah dan dapat dibantu oleh tenaga ahli tambahan dari instansi atau badan lainnya yang terkait. Karena penyusunan rencana dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif, maka sebelum naskah disusun, terlebih dahulu perlu dilakukan penjaringan aspirasi dan keinginan masyarakat tentang visi dan misi serta arah pembangunan.
b.    Tahap penetapan rencana
Rancangan rencana pembangunan yang telah selesai baru akan berlaku secara resmi bila telah mendapat pengesahan dari pihak yang berwenang. Sesuai ketentuan yang berlaku, salah satu pihak yang perlu mendapat pengesahan yaitu DPRD. Biasanya penetapan rencana melalui DPRD seringkali memerlukan proses yang cukup lama karena dilakukan pembahasan kembali oleh pihak dewan.
c.    Tahap pengendalian pelaksanaan rencana
Pada tahapan ini sasaran utamanya adalah mematikan agar pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
d.    Tahap evaluasi keberhasilan pelaksanaan rencana
Pada tahapan akhir ini badan perencana melakukan evaluasi kinerja dari pembanguna yang telah dilakukan. Evaluasi setidaknya dilakukan pada tiga unsur yaitu: unsur masukan (input) terutama dana, keluaran (output) dan hasil (outcome).
Pada tahapan perencanaan ini baik pada tahapan pertama maupun tahapan kedua, selain perencanaan berupa isu strategis, perumusan strategi dan kebijakan, perumusan program dan kegiatan serta penetapan indikator kinerja program dan kegiatan juga di dalamnya termasuk penyunan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafond Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran. Tiga hal ini juga merupakan tahapan proses yang harus ditempuh dan dibahas dengan berbagai pihak, termasuk di antaranya ialah antaran Pemerintah Daerah dengan DPRD (diadopsi dari proses perencanaan dan penggangaran dalam UU No. 25 tahun 2004).
Untuk mencapai performance anggaran yang baik, terarah, efektif dan efisien maka dalam tahapan proses penyusunan anggaran ini didorong untuk menggunakan proses penganggaran berbasis elektronik. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas serta menghindari keterlambatan penyusunan anggaran dan menghindari program, kegiatan dan anggaran diluar dari yang disusun dalam dokumen awal. Maka muncullah apa yang disebut dengan mekanisme ebudgeting pada penyusunan anggaran daerah.
Ada banyak definisi tentang ebudgeting baik dilihat dari pandangan para praktisi anggaran maupun pandangan para praktisi dunia elektronik. Konsep ebudgeting merupakan pengembangan konsep budgeting, salah satu financial tools di dalam mengelola suatu perusahaan maupun pemerintah. Ebudgeting adalah aplikasi teknologi informasi atau perangkat lunak untuk mendukung siklus, mulai dari perencanaan, pembuatan program, sapia dengan kendali dan evaluasi.
Pemerintah daerah yang sudah sangat masif menerapkan ebudgeting adalah Pemerintah Kota (Pemko)  Surabaya. Menurut Pemko Surabaya sistim ebudgeting adalah sistim penyusunan anggaran di lingkungan Pemerintahan Kota Surabaya secara online. Dalam sistem ini untuk membuat sebuah anggaran, dibutuhkan komponen-komponen penyusun yang mana komponen-komponen penyusun tersebut merupakan hasil dari survey di lapangan. Komponen penyusun terdiri dari tiga jenis pengelompokan, yaitu : Standar Harga Satuan Dasar (SHSD), Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK), Standar Analisa Belanja (SAB). Sistem ini dibuat secara online agar dapat diakses oleh dinas dimanapun lokasinya dan juga dapat diakses pada saat pembahasan dengan dewan.
Fitur-fitur yang terdapat dalam sistim Surabaya ebudgeting adalah:
*      Pembuatan komponen-komponen penyusun,
*      Pembuatan program,
*      Pengiriman rincian anggaran,
*      Evaluasi anggaran,
*      Daftar harga dan daftar penyusun komponen,
*      Rekap anggaran,
*      History rincian anggaran, dan
*      Setting kode rekening komponen penyusun anggaran.
Adapun manfaat ebudgeting adalah:
*      Kontrol akan lebih mudah dilakukan. Hanya mereka yang berhak yang dapat mengakses dan mengubah anggaran. Karenanya, pelacakan siapa mengisi apa seharusnya juga dapat dilakukan dengan mudah.
*      Kontrol dapat dilakukan sejak tahap perencanaan. Jadi, ebudgeting dibuat untuk dapat menolak usulan yang dianggap tidak relevan.
*      Transparansi anggaran dapat ditingkatkan.
*      Kontrol realisasi anggaran akan menjadi lebih mudah dilakukan. Capaian pelaksanaan program dan keterserapan anggaran bahkan dapat diketahui secara langsung ketika sudah dilaporkan ke sistem. Dengan demikian, pemerintah menjadi lebih akuntabel, karena setiap rupiah pengeluaran dapat dilacak dengan mudah.
Penggunaan sistim Surabaya eBudgeting dibagi menjadi 6 (enam) tahapan atau 6 (enam) level alur ebudgeting:
1.    Satuan kerja (Dinas)
Merupakan satuan kerja di lingkungan pemerintah kota Surabaya yang mendapatkan anggaran dari APBD.
*      Berhak mengajukan usulan harga SHSD.
*      Mengisi Rincian Kegiatan sesuai dengan anggaran yang diberikan.
*      Setiap satuan kerja memiliki beberapa login berdasarkan bidang yang terdapat dalam dinas tersebut.
2.    Tim Peneliti
Merupakan sekelompok orang dari beberapa satuan kerja yang ditunjuk untuk memonitoring anggaran dari satuan-satuan kerja agar anggaran tersebut sesuai dengan limit yang ditentukan.
*      Berhak untuk mengunci kegiatan yang sudah sesuai.
*      Merasionalisasikan dan menyesuaikan komponen.
*      Mengedit RKA.
3.    Tim Data
Merupakan sekelompok orang yang ditunjuk untuk melakukan survey dan kemudian membuat komponen penyusun dan menentukan apakah komponen tersebut tidak kena pajak atau kena pajak.
*      Berhak untuk memasukkan komponen ke dalam e-budgeting.
*      Berhak untuk merubah harga komponen yang sudah ada dalam ebudgeting.
*      Berhak mengunci komponen agar tidak dapat dipilih dalam menyusun RKA.
*      Berhak menghapus komponen yang sudah terdapat dalam ebudgeting.
4.    Bappeko
Merupakan salah satu satuan kerja di pemerintah kota Surabaya yang ditunjuk untuk menentukan program dan bidang suatu anggaran dalam tiap satuan kerja, tujuannya agar dapat dilihat secara langsung nilai per program.
*      Berhak membuat kegiatan dan sub kegiatan untuk satuan-satuan kerja sebelum dilakukan penganggaran.
5.    DPRD (Legislatif)
Dapat melihat usulan dan perencanaan anggaran dari satuan kerja.
6.    Administrator
Merupakan user yang dapat melakukan managemen user,database dan dapat mengakases semua hak user lainnya, seperti :
*      Mengunci dan membuka akses user.
*      Mengunci kegiatan yang diusulkan satuan kerja.
Untuk mewujudkan satu sistim ebudgeting maka perlu memperhatikan 3 (tiga) faktor penting, yaitu:
1.    People
Pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang terdiri dari; operator komputer, analisis Data/DSS, Administrator, dan lain-lain.
2.    Process
Proses ini merupakan sistim informasi berupa; ebudgeting yang terintegrasi dengan sitim lainnya eprocurement, esourcing, edelivery, eperformance, eproject planning, aset, dan lain-lain.
3.    Technology
Teknologi terkait dengan infrastruktur berupa; koneksi jaringan, situasi ruangan yang memadai, data center, komputer, dan lain-lain.


BAB III
PEMBAHASAN

1.     Peran eBudgeting dalam Mengawal Aspirasi Masyarakat
Pembangunan adalah sekumpulan aspirasi masyarakat yang diolah dan dianalisis sesuai dengan kebutuhan suatu daerah untuk dilaksanakan guna tercapainya perubahan sosial dan ekonomi ke arah yang lebih baik. Dalam pendekatan pembangunan partispatori aspirasi masyarakat merupakan faktor penting agar perencanaan yang dilakukan memberikan alternatif-alternatif pilihan model pembangunan yang lebih tepat untuk diterapkan dalam masyarakat.
Sebagaimana tujuan dari perencanaan adalah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan sehingga tercapai penggunaan sumber daya yang efektif, efisien dan adil, namun ada saja banyak rintangan dan tantangan yang muncul di perjalanan pada saat proses penyusunan rencana kerja dan anggaran di pemerintahan. Ada banyak faktor yang membuat aspirasi masyarakat yang semestinya ditampung dalam rencana kerja dan anggaran tetapi seiring waktu berjalan dalam tahapan perencanaan beberapa dan/atau hampir semua aspirasi dari masyarakat hilang ditengah jalan.
Kelemahan teknis penyusunan anggaran bisa jadi faktor penyebab gagalnya perencanaan. Kekurangan tenaga perencana di daerah (planners) di daerah baik secara kuantitas maupun kualitas membuat hasil perencanaan jauh dari yang diharapkan. Hal ini berdampak juga pada hasil perencanaan yang kualitasnya rendah (Sjafrial, 2015:142). Sementara beban kerja atau volume anggaran yang dikerjakan sangat besar, akibatnya kontrol dalam tahapan perencanaan sendiri menjadi sangat lemah dan rawan manipulasi. Akibatnya upaya daerah untuk mendorong proses pembanguna yang berkualitas masih belum dapat dilakukan dengan optimal.
Faktor selanjutnya yang membuat perencanaan bisa gagal ialah kurang terpadunya perencanaan dan penganggaran. Hal ini terjadi akibat tidak konsistennya sebuah perencanaan awal dengan dokumen akhir yang dihasilkan ketika telah disandingkan dengan anggarannya (Sjafrial, 2015:144). Kelemahan inilah yang sering menimbulkan ada celah bagi oknum pemerintah dan juga oknum dari DPRD yang cenderung manipulatif dengan memasukkan kegiatan di luar perencanaan dengan jumlah anggaran yang sudah di mark up dan tidak sesuai dengan stadar harga baku yang diberlakukan.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kebiasaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) juga menjadi faktor penyebab gagalnya perencanaan pembangunan. Dampak negatif yang muncul dalam perencanaan daerah yaitu berubahnya pelaksanaan program dan kegiatan akibat para pengambil keputusan yaitu mereka-mereka yang punya kewenangan melakukan perubahan menerima suap dari pihak yang berkepentingan (Sjafrial, 2015:149). Dan lebih tragis lagi ialah bila KKN tersebut dilakukan dalam bentuk pelaksanaan program dan proyek fiktif, pekerjaan sama sekali tidak kerjakan tetapi uang sudah diambil dengan rekayasa admnistrasi.
Maka untuk inilah ebudgeting mencoba masuk merubah beberapa kelemahan yang ada dalam perencanaan.
a.   Peran eBudgeting
Mengacu pada Stadar Operasional Prosedur (SOP) sistim ebudgeting di Pemerintah Kota Surabaya, maka ada beberapa tahapan yang harus dilalui sehingga kelemahan, kekuarangan, kecurangan dan manipulasi perencanaan anggaran dapat dimnimalisir, yaitu;
1)   Penyusunan Standar Satuan Harga (SSH), Harga Satuan Pokok Kegitan (HSPK) dan Analisa Standar Belanja (ASB).
Kegiatan ini meliputi tahapan survei harga yang berlaku di pasar kemudian melakukan analisa untuk itu dan ditetapkan sebagai keputusan Walikota Surabaya.
2)   Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
Pada tahapan ini bagian Bina Program menyiapkan aplikasi ebudgeting termasuk komponen SSH lalu diedarkan kepada SKPD untuk memulai penyusunan RKA. Pada tahapan penyusunan ini Penyelia sebagai pendamping SKPD secara paralel melakukan pengecekan kesesuaian isi RKA yang telah dientrikan oleh SKPD dengan ketentuan – ketentuan yang harus dipenuhi, dan memberikan masukan, saran kepada SKPD jika menemukan sesuatu yang tidak sesuai agar dilakukan pembetulan, sejak SKPD mengentrikan RKA sampai dengan 2 (dua) minggu setelahnya. Raperda APBD yang telah disusun, disampaikan oleh PPKD kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan bersama. Dan sampai dengan proses pembahasan di DPRD, penyelia ikut mendampingi SKPD dalam mempertanggungjawabkan isian RKA.
3)   Revisi/Pergeseran APBD
Revisi atau pergeseran APBD hanya terjadi apabila ada perubahan aturan baik dari pusat maupund aerah pemerintah daerah, ada kesalahan rekening, usulan perubahan dari SKPD. Revisi hanya boleh dilakukan selama tidak ada perubahan antara belanja dan total belanja
4)   Penyusunan Perubahan Anggaran Kegiatan (PAK)
Perubahan ini hanya bisa dilakukan jika ada perubahan aturan atau evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam alur pelaksanaan ebudgeting di atas, beberapa poin penting yang perlu diperhatikan ialah:
ü  Bahwa semua penetapan harga harus lewat analisa di lapangan.
ü  Semua tahapan harus melewati ebudgeting.
ü  Perubahan hanya bisa terjadi atas persetujuan bersama.
ü  Dewan hanya bisa melihat usulan perencanaan anggaran melalui ebudgeting dari SKPD dan hanya dapat melakukan perubahan melalui tahapan pembahasan anggaran di DPRD.
ü  Usulan revisi atau pergeseran hanya dilakukan pada tataran normatif dan tidak dapat merubah total anggaran maupun perubahan total program dan kegiatan.
Sistim yang sudah diberlakukan di Pemerintah Kota Surabaya ini untuk sementara hingga saat ini sangat efektif untuk menjaga program dan kegiatan dari pengalihan ke program-program fiktif dan anggaran yang di mark up.
b.   Integrasi dengan sistim elektronik lain
Keberbasilan pelaksanaan sistim ebudgeting di Kota Surabaya ialah karena komimen pemimpin daerah (walikota) untuk mempercepat proses penganggaran, mengurangi kebocoran anggaran APBD, mempercepat proses penyusunan RKA SKPD dan secara teknis dalam upaya mewujudkan pengurangan penggunaan kertas.
Sementara itu faktor-faktor penghambat pelaksanaan sistim ebudgeting adalah perlu waktu yang cukup lama untuk mengubah mindset para pegawai untuk membangun dan menjalankan ebudgeting, adanya resistensi dari beberapa SKPD dan juga lembaga legislatif, ketergantungan terhadap internet, keterbatasan sumber daya manusia untuk mengoperasikan aplikasi ebudgeting dan masih banyak SKPD yang belum memahami penggunaan aplikasi ebudgeting.
Penerapan ebudgeting pada prinsipnya merupakan wujud dari penerapan eGoverment dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu, dalam upaya mencegah bermacam-macam penyelewengan atau berbagai modus korupsi yang sudah dimulai dari perencanaan dan dilanjutkan pada saat pelaksanaan pembangunan, maka sistim ebudgeting ini harus terintegrasi dengan sistim elektronik lainnya seperti eprocurement, esourcing, edelivery, eperformance, eproject planning, aset, dan lain-lain.
2.     Peran Pemimpin
Perencanaan pembangunan yang baik yang mengedepankan aspirasi dan kepentingan masyarakat daripada kepentingan politik kelompk tertentu hanya tercapai bila ada komitmen dari pemimpin di daerah. Nugroho (2015;239) mengatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki empat kapasitas utama; (1). Pikiran yang baik dan jelas. (2). Tahu tujuannya kemana. (3). Gagasan cerdas. dan (4). Menguasai sumber daya kebijakan.
Mewujudkan penerapan ebudgeting di suatu daerah tercapai apabila:
*        Ada komitmen pemimpin daerah dan semua jajaran pemerintah daerah (SKPD) serta legislatif untuk mewujudkan mekanisme perencanaan pembangunan yang baik dan bersih.
*        Adanya kerjasama pemerintah daerah dengan stakeholders yang bergerak dalam pengembangan sistim penganggaran berbasis online.
*        Komitmen untuk menyediakan infrastruktur seperti hardware (server) yang memadai.
*        Menyusun SOP sistim penganggaran berbasis online. Dan
*        Mempersiapkan sumber daya manusia yang terlatih.
3.     Rekomendasi
Sistim perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi anggaran merupakan satu mekanisme yang sangat strategis dalam pembangunan. Oleh karena itu untuk mencapai hasil pembangunan yang optimal maka semua tahapan ini harus dijaga agar bebas dari hal-hal yang tidak mengedepankan kepentingan masyarakat namun hanya mementingkan kepentingan politik tertentu saja. Mengingat saat ini perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mampu memberi solusi untuk membantu berbagai kelemahan dan kekuarangan serat kecerobohan yang dilakukan oleh manusia, maka kepada Pemerintah (Daerah) untuk membuat Blue Print Sistim Informasi dan Komunikasi di daerah yang merupakan integrasi semua sistim pelayanan bebasis online untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.     Kesimpulan
Dalam upaya mengawal anggaran yang bersih, terarah, efektif dan efisien sehingga kinerja perencanaan pembangunan lebih tepat sasaran butuh usaha-usaha yang tidak sekedar biasa-biasa saja. Dewasa ini ada saja banyak cara yang bisa dilakukan oleh berbagai oknum yang tidak bertanggungjawab yang menomorduakan kepentingan dan aspirasi masyarakat hanya untuk kepentingan segelintir orang dan kelompok tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan usaha ekstra, inovasi dan kreatifitas dari pemerintah (pusat dan daerah). Oleh karena itu, saat ini sebagaimana juga sudah banyak diamatkan dalam banyak peraturan perundang-undangan tentang penerapan eGoverment dimana salah satu jenisnya adalah sistim eBudgeting. Pemerintah didorong untuk mengembangkan dan menerapkan sistim ini baik dipusat maupun di daerah.
Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah komitmen dari pemimpin daerah. Hanya dengan komitmen untuk menjaga pemerintahan yang bersih penerapan sisitim ebudgeting ini bisa berjalan dengan baik. Komitmen untuk sama sekali tidak ada lagi usul-usul diluar perencanaan dan pembahasan resmi dari pihak manapun baik eksekutif maupun legislatif. Dan juga komitmen untuk menempatkan orang-orang yang bersih dan berintegritas sebagai operator yang memegang administrasi e budgeting.
2.     Saran
Penerapan ebudgeting adalah bagian dari penerapan eGovernment pada pemerintah (pusat dan daerah) agar terwujudnya pemerintahan yang transparan, partisipatif, efektif, efisien dan akuntabel. Oleh karena itu, mengingat penerapan ebudgeting sangat penting dalam mendukung tata kelola pemerintahan yang baik maka, kiranya pemerintah pusat membuat satu sistim atau aplikasi yang bisa digunakan secara serentak diseluruh Indonesia. Karena dengan demikian, pemerintah daerah yang masih belum ada gagasan penerapan ebudgeting dapat juga tergerak untuk menerapkannya.
Pemerintahan didaerah juga harus aktif untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu dalam bidang teknologi dan informasi serta mempersiapkan infastruktur yang dibutuhkan untuk itu. Dukungn dari berbagai pihak juga sangat dibutuhkan terutama para praktisi sistim informatika dan dukungan dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi dan penelitian untuk mendukung usaha-usaha pemerintah daerah dalam menerapkan ebudgeting.

Daftar Pustaka
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Dilla, Sumadi. 2010. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Bandung: Sembiosa Rekatama Media.
Harun, Rochajat dan Elvinaro Ardianto. 2011. Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Nugroho, Riant. 2015. Policy Making: Mengubah Negara Biasa Menjadi Negara Berprestasi. Jakarta: Alex Media Komputindo
Nuryanto, Hemat Dwi. E-budgetting Minimalkan Siluman (Opini). Koran Jakarta, 5 Maret 2015.
Purnamasari, Irma. 2008. Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Semarang: Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Sjafrizal. 2015. Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi. Jakarta: Rajawali Pers.
Wahid, Fathul. 2015. eBudgeting (Kolom Analisis). Harian Kedaulatan Rakyat, 6 Maret 2015.

Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional.


Website
http://budgeting.surabaya2excellence.or.id/SOP_eBudgeting. Diakses tanggal 8 Maret 2016, pukul 22.35.





* Sebuah paper untuk mata kuliah Komunikasi Pembangunan pada MIKOM FISIP Unand dibawah asuhan Dr. Ernita Arif, SP. M.Si.
** Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIP Unand - 2016

Comments

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

KENDALA DAN HAMBATAN SERTA SOLUSI DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN*

PELET JEPANG!

CORPORATE BRANDING AND CORPORATE REPUTATION

KOMUNIKASI HUMANIS*